Tuesday, 29 November 2016

Jalur Perdangan Laut antara Asia Barat, Asia Tenggara dan Asia Timur


Meningkatnya arus barang memerlukan sarana transportasi yang lebih cepat atau lebih baik. Untuk mengatasi hal tersebut, orang mulai merintis perjalanan lewat laut. Mula-mula dibuat perahu bercadik sebagai alat transportasi. Perahu ini terbuat dari batang kayu besar yang dilubangi seperti lesung (tempat menumbuk padi). Pada sisi kanan-kiri perahu diberi cadik (semacam sayap) sebagai alat keseimbangan agar perahu tidak terbalik jika terkena ombak.
Dari perahu bercadik kemudian berkembang menjadi perahu layar yang lebih besar. Perahu ini dibuat dari rangkaian papan kayu yang diberi layar untuk tenaga penggerak. Setelah teknik pelayaran dari Eropa masuk dan dipadukan dengan teknik perkapalan Asia, dimulailah pelayaran dengan kapal yang lebih besar lagi.
Dengan perjalanan laut ternyata lebih menguntungkan, baik dari segi waktu, alat transportasi yang digunakan, maupun kelancaran arus barang. Karena itu, perdagangan dan pelayaran internasional semakin ramai.
Jalur perdagangan laut dimulai dari China dekat Taiwan. Para pedagang berlayar ke selatan menyusuri laut di sebelah timur China. Setelah memasuki Laut China Selatan sampailah di ujung semenanjung Malaya. Di sini jalur perdagangan pecah menjadi dua, yang satu ke selatan melalui Selat Sunda dan jalan satunya lagi langsung ke barat lewat Selat Malaka. Namun, tujuannya sama yaitu menuju ujung jazirah India. Dari ujung India jalan mereka bercabang dua lagi. Jalur pertama lewat teluk Persi, Suriah kemudian ke Laut Tengah. Jalur kedua melalui Samudra Hindia kemudian memasuki Laut Merah menuju Mesir dan sampailah di Laut Tengah. Dari Laut Tengah hubungan perdagangan berlanjut ke Eropa, seperti Yunani, Romawi, Portugis, dan Spanyol.
Akibat jalur perdagangan tersebut, tumbuhlah bandar-bandar sebagai tempat persinggahan mereka. Bandar-bandar tersebut antara lain Pantai Timur China, Tumasik (sekarang Singapura), Selat Malaka, Selat Sunda, Calicut dan Goa serta Gujarat di India, Sydon dan Thyrus di pantai Laut Tengah (Phunesia), Kartago di Afrika Utara dan berlanjut ke Eropa serta Laut Hitam.

a. Pusat-pusat pedagangan
Sistem jaringan emporium, menurut Chaudhuri, mulai muncul di Samudra Hindia sejak abad ke-10. Sejak munculnya pusat-pusat pelayaran-niaga itu orang tidak perlu lagi mengarungi lautan sepanjang Samudra Hindia itu, tetapi cukup menyinggahi emporium untuk melakukan transaksi perdagangan. Emporium yang terpenting adalah Aden (di Laut Merah), Hormuz dan Bandar Abas (di Teluk Persi), Surat atau Cambay, Calicut (di Pantai Malabar), Orissa dan Benggal di Teluk Benggala, Kanton di Cina dan kemudian juga Malaka di Selat Malaka.
Emporium, seperti dikemukakan Chaudhuri, bukan sekadar tempat berlabuh, tetapi sebuah kota niaga yang selain menyediakan fasilitas pergudangan, juga terdapat fasilitas kredit, dan relatif aman dan tenang. Ciri-ciri tidak jauh berbeda dengan pusat-pusat perdagangan di Eropa seperti Venesia, Genoa, Lisabon, Antwerp, dan Amsterdam (Bruadel III: 89-276). Letak emporium-emporium di Samudra Hindia itu memang tidak kebetulan karena banyak sekali ditentukan oleh faktor-faktor geografik, seperti tempat berlabuh yang terlindung, arah angin, iklim dan lain-lain.
Arah angin yang bergantian secara tepat waktu setiap enam bulan sekali (angin musim) dengan diselang-seling oleh musim pancaroba itu menentukan gerak pelayaran-niaga. Perahu-perahu dari Asia Tenggara, umpamanya, berlayar dengan musim Timur yang bertiup sejak Januari dan berusaha untuk tiba di pelabuhan-pelabuhan pantai Malabar sebelum akhir musim Timur itu. Setelah berdagangan mereka kembali ke Asia Tenggara dengan musim Barat yang bertiup sejak September atau Oktober. Sebaliknya, perahu-perahu dagang dari teluk Parsi dan Laut Merah tiba di pantai Malabar dengan musim Barat dan kembali dengan musim Timur (Chaudhuri 1989:132).
Malaka, di Selat Malaka, sarang bajak laut itu, karena faktor geografi ini (faktor lain adalah politik) ternyata bisa berkembang sejak awal abad ke-15 menjadi emporium terbesar di Asia Tenggara, atau tempat pertemuan dari jalur-jalur perniagaan dari Nusantara, Cina, dan India serta Timur Tengah. Ketika Malaka di rebut Portugis pada tahun 1511, para saudagar dari India dan Timur Tengah menghindarinya dengan alasan keagamaan. Inilah yang memungkinkan munculnya Aceh Darussalam, Banten dan Makasar sebagai penggantinya. Seperti akan dikemukakan di bawah ini, dari ketiganya, Batenlah yang terbesar dan bisa dilihat sebagai pewaris Malaka.













Gambar 19.2 Pusat perdagangan di Asia

b. Barang-barang dagangan
Barang-barang yang diperdagangkan pada masa pelayaran kuna dengan komoditas perdagangan Jalur Sutra. Adapun jenis-jenis barang yang diperdagangkan adalah sebagai berikut.
1).     Dari Asia meliputi:
    a)     rempah-rempah, emas, perak, gading, kayu cendana dari Indonesia;
    b)    gandum, mutiara, perak, wol dari Sumeria;
    c)     emas, perhiasan, permadani dari Persi;
    d)    kertas, porselin, batu giok, sutra dari China; dan gading, ukiran-ukiran, tenunan halus dari India.
2)     Dari Timur Tengah meliputi:
    a)    kalian lena, permadani, minyak wangi, kemenyan dari Mesir; dan
    b)    senjata besi, emas, perak, tembaga.
3)     Dari Eropa seperti:
    a)    gandum, anggur, minyak zaitun, emas, perak, tembaga dari Yunani; dan
    b)    senjata besi, emas, perak, tembaga dari Eropa seperti Spanyol, Portugis,         Inggris.

Pada perdagangan jalan darat, komoditas perdagangan yang paling laku di pasaran internasional adalah kain sutra dan China sehingga jalur perdagangan darat lazim disebut dengan Jalan Emas. Emas dapat diperoleh dari Eropa, Persi, India, Indonesia dan lain-lain. Kain sutra dibutuhkan bangsa Eropa dan emas juga laris di pasaran Asia dan Timur Tengah. Demikian pula komoditas yang lain. Sebaliknya, negara-negara Timur Tengah dan Asia juga membutuhkan barang-barang dagangan dari Eropa, seperti kristal, senjata, dan besi. Secara beranting komoditas perdagangan dari negeri asal sampailah pada negara-negara konsumen di Eropa, Timur Tengah, maupun Asia. Dengan demikian terbentuklah jalur perdagangan Asia Timur - Asia Tenggara - Asia Selatan - Timur Tengah - Eropa.

c. Pusat perdagangan di Laut Tengah
Laut Tengah merupakan batas antara benua Asia dan benua Eropa. Pada masa perdagangan kuna di sekitar Laut Tengah telah terdapat pusat-pusat perdagangan yang ramai, antara lain Sydon, Thyrus Mesir, Phunesia, Kartago, dan Turkistan. Pusat-pusat perdagangan tersebut berfungsi sebagai tempat persinggahan perdagangan internasional pada waktu itu. Dalam kaitannya dalam hubungan dagang antara bangsa-bangsa Asia dan bangsa-bangsa Eropa, peranan pusat-pusat perdagangan di sekitar Laut Tengah sangat penting, di antaranya.
a.    Sebagai  mata rantai yang menghubungkan jalur perdagangan Asia-Eropa.
b.      Sebagai pintu gerbang masuknya para pedagang Asia ke Eropa atau sebaliknya.
c.     Membawa akibat lancamya hubungan dagang Asia-Eropa.
d.      Perdagangan Asia-Eropa menjadi lebih maju karena adanya interaksi yang saling mengisi, baik dalam hal komoditas perdagangan maupun teknik perkapalan.

Demikian pentingnya peranan Laut Tengah dengan pusat-pusat perdagangannya terhadap hubungan dagang bangsa-bangsa Eropa, bahkan hingga sekarang peranan Laut Tengah dalam hubungan Internasional masih sangat penting.

No comments:

Post a Comment