Tuesday, 29 November 2016
Perkembangan Hindu di Asia Selatan
Memasuki tahun 1500 SM, bangsa Arya yang berasal dari Asia Tengah datang bergerombol memasuki wilayah peradaban Lembah Sungai Indus. Peradaban yang berdiri sejak 3000 s.d. 2000 SM mengalami kemunduran. Peradaban yang memiliki kota-kota modern Mohenjodaro dan Harappa ini harus mengakui kekuatan bangsa Arya yang sering mengembara.
Bangsa Arya itu datangnya bergelombang dan pada suatu ketika daerah Panjab tidak lagi mencukupi, lebih-lebih bagi bangsa pengembara yang tidak mengenal tanah itu. Mereka mulai menyebar ke arah tenggara memasuki daerah lembah sungai Gangga dan Yamuna (Doab ‘daerah dua sungai’). Kalau di daerah Panjab mereka itu dapat mempertahankan kemurnian darah dan kebudayaan mereka, di daerah Doab mereka itu mulai bercampur dengan penduduk asli karena mereka masuk tidak lagi dengan jalan kekerasan melainkan dengan jalan damai. Sejak kira-kira 1000 tahun SM itulah percampuran itu sudah memberikan dasar-dasar yang kokoh untuk mengembangkan kebudayaan yang sampai puncak-puncaknya dalam kebulatan yang biasa disebut “kebudayaan Hindu”.
1) Kehidupan Masyarakat
Meskipun percampuran kebudayaan terus berlangsung, bangsa Arya tidak ingin kemurnian rasnya tetap terjaga. Mereka berusaha agar tidak tercipta perkawinan antara bangsa Arya dan bangsa Dravida. Oleh karena itu, mereka membuat sitem perkastaan atau disebut caturvarna atau empat kasta. Keempat kasta itu antara lain.
a) brahmana (para pendeta)
b) ksatriya (raja dan bangsawan)
c) waicya (pedagang dan buruh menengah)
d) shudra (petani dan buruh kecil serta budak)
Ketika awal sistem kasta ini diperkenalkan, kedudukannya cukup longgar. Sehingga masyarakat bisa bebas berpindah kasta dari shudra menjadi waicya. Akan tetapi, sistem ini dipertegas sehingga masyarakat tidak lagi dapat berpindah kasta. Oleh karena itu, dibuat satu lagi kasta, yakni kasta pariya yang kedudukannya lebih rendah. Kasta ini diperuntukkan bagi orang-orang yang dianggap hina, seperti gelandangan dan kaum terbuang.
2) Kehidupan Keagamaan
Dalam menjalankan ritual keagamaannya, para pemeluk Hindu ini mula-mula memiliki banyak dewa (politheisme), antara lain: Agni (Dewa Api), Wayu (Dewa Angin), Surya (Dewa Matahari), Candra (Dewa Bulan), Marut (Dewa Badai), Waruna (Dewa Angkasa), ParjaƱya (Dewa Hujan), Indra (Dewa Perang), Ashwin (Dewa Kesehatan) Usa (Dewi Fajar), dll.
Dewa-dewa di atas dipandang terlalu banyak sehingga pada tahun 700 SM terjadi pembaruan. Mereka tetap menganut politheisme, tetapi dewa-dewanya menjadi tiga (Trimurti ‘Tiga Badan’). Ketiga dewa itu antara lain, Brahma (Dewa Pencipta), Wishnu (Dewa Pelindung/Pemelihara), dan Shiwa (Dewa Perusak/Pembinasa).
Sebagai pedoman mereka memiliki kitab suci Weda. Dalam arti sempit Weda terdiri atas empat himpunan, antara lain.
a) Rigweda
b) Samaweda
c) Yajurweda
d) Atharwaweda
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment