Tuesday, 29 November 2016

Sejarah Kerajaan Demak


Kerajaan Majapahit sudah semakin melemah, akibatnya perhatian-perhatian terhadap daerah-daerah kekuasaannya semakin melemah. Sehingga banyak daerah kekuasaannya memisahkan diri. Salah satu dari sekian banyak tersebut adalah Demak. Selain itu, pertumbuhan dan perkembangan agama Islam di Pulau Jawa semakin meningkat pula.
Pada tahun 1500 Masehi Raden Fatah yang sudah memeluk agama Islam mendirikan kerajaan Islam Demak dan lepas dari berbagai pengaruh Majapahit. Pada waktu singkat Demak yang semula dikenal sebagai daerah agraris (pertanian) berkembang menjadi negara agraris sekaligus negara maritim. Hal ini disebabkan letak kerajaan Demak sangat strategis. Demak tidak jauh dari laut dan tumbuh menjadi bandar transit bagi para pedagang nusantara yang banyak membawa berbagai hasil bumi, seperti beras dan rempah-rempah. Hal yang paling utama karena para pedagang asing memang memerlukan barang-barang dagangan tersebut. Pendek kata, kerajaan Demak tumbuh dan berkembang menjadi tempat penyimpanan berbagai hasil bumi. Akibat kepesatan serta kemajuan kerajaan Islam Demak, akhirnya banyak daerah pesisir Pulau Jawa mengetahui kedaulatan kerajaan Demak tersebut.
Untuk memperkuat keberadaan kerajaan Demak, Raden Fatah mengutus dan mempercayai putranya yang bernama Pati Unus yang pada saat itu berkedudukan sebagai Adipati Jepara agar dapat memperluas daerah kekuasaannya. Bahkan, untuk memenuhi cita-cita tersebut Pati Unus pernah memimpin armada perang kerajaan Demak untuk menyerang kedudukan Portugis di Malaka. Pati Unus mendapat julukan sebagai Pangeran Seberang Lor, artinya pangeran yang pernah melakukan penyerangan ke utara.
Pada tahun 1518 Pati Unus naik tahta menggantikan ayahnya Raden Fatah yang telah wafat. Akan tetapi, Pati Unus tidak lama memerintah di kerajaan Demak karena setelah tiga tahun memimpin Demak beliau wafat.
Selanjutnya, sebagai pengganti Pati Unus diangkatlah adiknya yang bernama Pangeran Tranggono. Pada masa pemerintahan Pangeran Tranggono mulai dirasakan bahwa Portugis sedang merencanakan untuk menyerang Pulau Jawa. Karena itu, Pangeran Tranggono memperkuat daerah-daerah kekuasaannya. Beliau juga menjalin kerja sama dengan para adipati, terutama yang beragama Islam dan terletak di bagian utara Pulau Jawa. Ternyata ajakan pangeran Tranggono mendapat sambutan yang baik sekali sehingga kemudian terbentuk suatu kekuatan baru dan Demak menjadi pusat federasi tersebut. Ini menandakan bahwa agama Islam berhasil menyatukan seluruh penganutnya, khususnya di kerajaan Demak. Bahkan, hampir di semua pesisir pantai utara yang dipimpin para adipati tersebut bersatu untuk menghadapi setiap serangan Portugis yang berkedudukan di Malaka.
Bersamaan dengan pangeran Tranggono memperkukuh dirinya bersama para adipati di utara pulau Jawa, Portugis berhasil menduduki Samudra Pasai. Salah seorang ulama Samudra Pasai bernama Fatahillah (Falatehan) berhasil melarikan diri ke Demak dan disambut senang hati oleh Pangeran Tranggono. Bahkan, Fatahillah langsung diangkat sebagai panglima armada kerajaan Demak dan sekaligus dinikahkan dengan adik Pangeran Tranggono.
Di bawah pimpinan Fatahillah, Demak berhasil menguasai bandar-bandar pelabuhan yang dikuasai kerajaan Pajajaran yang masih beragama Hindu. Mengetahui bahwa pasukan Demak di bawah pimpinan Fatahillah berhasil merebut pelabuhan di Cirebon dan Banten, Portugis merasa khawatir. Kemudian Portugis mendekati raja Pajajaran. Raja pajajaran menyambut pendekatan yang dilakukan oleh pihak Portugis untuk melakukan kerja sama di antaranya mengizinkan Portugis menggunakan benteng pertahanan di bandar pelabuhan Pajajaran, yaitu Sunda Kelapa. Akan tetapi, sebelum maksud Portugis itu tercapai, bandar pelabuhan Sunda Kelapa sudah terlebih dahulu dikuasai pasukan Demak di bawah pimpinan Fatahillah. Begitu pula armada perang Portugis berhasil dihancurkan oleh armada perang Demak yang pada waktu itu berusaha mendekati bandar pelabuhan Sunda Kelapa. Setelah pelabuhan Sunda Kelapa berhasil direbut oleh Fatahillah, pada tanggal 22 Juni 1527 diganti namanya menjadi Jayakarta. Sehingga sampai saat ini setiap tanggal 22 Juni diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta.
Pada waktu Fatahillah bersama pasukannya melancarkan serangan ke bagian barat, Sultan Tranggono beserta pasukannya yang lain mengadakan gerakan ke selatan dan berhasil menguasai kerajaan Mataram. Kemudian mengadakan gerakan ke arah timur dan berhasil menguasai  kerajaan Singasari. Akan tetapi, pada waktu Sultan Tranggono bersama pasukannya melakukan penyerangan ke Pasuruan pada tahun 1546, beliau gugur di medan pertempuran.
Setelah Sultan Tranggono wafat, terjadilah suatu perebutan kekuasaan di dalam keluarga Sultan Tranggono, yaitu antara putranya yang bernama Pangeran Prawoto melawan Pangeran Arya Panangsang, yaitu putra kakak Sultan Tranggono. Pada suatu saat kakak Sultan Tranggono terbunuh di tepi sungai. Kemudian beliau dijuluki sebagai pangeran Sekar Seda Lepen yang berarti bunga yang gugur di tepi sungai. Akibat terbunuhnya pangeran Sekar Seda Lepen, putranya yang bernama pangeran Arya Panangsang, salah seorang Adipati Jipang Panolan di Jawa Timur, menuduh Pangeran Prawoto, putra Sultan Tranggono ada di balik pembunuhan ayahnya tersebut.
Akhirnya, Pangeran Prawoto beserta seluruh keluarganya dibunuh. Ketika berusaha menduduki tahta kerajaan Demak, Pangeran Arya Panangsang melakukan pula pembunuhan terhadap Adipati Jepara yang memiliki pengaruh besar terhadap kerajaan Demak. Sedangkan istri Adipati Jepara yang bernama Ratu Kalinyamat berhasil meloloskan diri dari pembunuhan tersebut dan selanjutnya menghimpun para adipati lainnya untuk mengadakan perlawanan terhadap Pangeran Arya Panangsang. Bahkan, Ratu Kalinyamat berhasil pula membujuk menantu Sultan Tranggono yang bernama Adiwijaya untuk menjadi Adipati di Pajang.

No comments:

Post a Comment