Tuesday, 29 November 2016
Sejarah Kerajaan Banten
Ketika di Demak terjadi perebutan kekuasaan sesama keluarga raja, Banten yang merupakan bagian wilayah kekuasaan kerajaan Demak segera melepaskan diri dari kekuasaan Demak. Sejak melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Demak, Banten berdiri menjadi sebuah kerajaan. Sedangkan kekuasaan atas Kerajaan Banten dipegang oleh Falatehan sebagai raja Banten yang pertama. Selanjutnya, Beliau menyerahkan kekuasaannya kepada seorang putranya yang bernama Hasanuddin. Sultan Hasanuddin memerintah kerajaan Banten pada tahun 1552.
Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, Banten berkembang pesat. Di mana banyak kapal dagang milik pedagang Islam berlabuh di Banda Aceh, kemudian menelusuri pantai barat Sumatra dan Selat Sunda lalu singgah di Pelabuhan Banten.
Wilayah kekuasaan kerajaan Banten semakin bertambah luas dengan masuknya Lampung dan Silebar (Bengkulu) ke dalam kekuasaan Banten. Di mana kedua daerah tersebut begitu kaya dengan perkebunan lada yang banyak diangkut ke Banten. Akibatnya, Banten menjadi pusat perdagangan lada. Sultan Hasanuddin wafat pada tahun 1570 kemudian beliau digantikan oleh Pangeran Maulana Yusuf. Salah seorang penyebar agama Islam berasal dari Sumatera yang datang ke Sulawesi yakni Datuk Ri Bandang.
Sekitar tahun 1605 agama Islam mulai berkembang di Gowa dan Tallo (Sulawesi Selatan). Gowa dan Tallo merupakan dua buah kerajaan yang satu sama lainnya memiliki hubungan persaudaraan. Kerajaan Goa mencapai puncak keemasannya ketika diperintah Daeng Manrabia yang bergelar Sultan Alaudin. Sedangkan Kerajaan Tallo mencapai puncak keemasannya ketika diperintah Karaeng Matoaya yang bergelar Sultan Abdullah. Kerajaan Gowa dan Tallo ini mencapai puncak keemasannya dari tahun 1591 sampai tahun 1638. Keistimewaan kedua kerajaan bersaudara ini karena Sultan Abdullah, raja Tallo merangkap pula sebagai Mangkubumi/Perdana Menteri di Kerajaan Gowa. Dari kedua kerajaan inilah agama Islam tersebar sampai ke daerah Nusa Tenggara Timur dan sebagian Nusa Tenggara Barat.
Kerajaan Gowa dan Tallo dikenal pula sebagai kerajaan maritim. Kehebatan kedua kerajaan ini berkat keberadaan perahu-perahu pinisi atau lebih dikenal dengan sebutan perahu pinisi yang dapat melakukan pelayaran bukan hanya di wilayah Nusantara, tetapi mereka pun sering melayari samudera-samudera luas. Sehingga tidak aneh kalau sampai sekarang orang-orang Bugis dan Makasar dikenal sebagai pelaut-pelaut ulung yang sulit dicari tandingannya.
Makasar sebagai ibu kota Kerajaan Gowa berkembang menjadi bandar internasional. Selain banyak didatangi kapal dagang asing, seperti dari China, India, Arab, Portugis, Inggris, dan Denmark, Makasar semakin berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan Muhammad, putra Sultan Alaudin antara tahun 1639 sampai tahun 1653. Kemudian Sultan Muhammad digantikan oleh putranya, yaitu Sultan Hasanuddin yang memerintah dari tahun 1653 sampai tahun 1669. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Gowa benar-benar berada pada puncak keemasannya.
Selanjutnya berkat Sultan Hasanuddin, Kerajaan Gowa dan Tallo semakin memacu agar keberadaan dan keberhasilan tersebut benar-benar kuat. Kemudian dibentuk pula suatu susunan tentang tata pelayaran dan perniagaan dalam bentuk undang-undang hukum niaga yang disebut Ade Allopil Oping Bicaranua Pabbalu’e yang tertulis dalam sebuah kitab/buku yang terbuat dari daun lontar dan disebut Lontar Amanna Gappa.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment