Tuesday, 29 November 2016

Perkembangan Agama dan Kebudayaan Hindu-Buddha di Asia Tenggara


Hubungan India dan Asia Tenggara mungkin jauh ke belakang sebelum zaman prasejarah. Para pedagang kedua belah pihak tentu pernah datang ke pelabuhannya masing-masing. Orang-orang Asia Tenggara berulang kali mengunjungi India dan sebaliknya.
Sesudah masa hubungan dagang yang panjang, suatu perubahan besar mulai muncul dalam suasana di Asia Tenggara. Kerajaan-kerajaan terlihat muncul di Semenanjung dan di Nusantara. Mereka mempraktikkan agama dari India, kesenian dan adat serta sanskerta sebagai bahasa sucinya.
Kapan dan bagaimana mulai munculnya kebudayaan ini, merupakan masalah yang masih diperdebatkan. Bukti-bukti arkeologis yang tertua dan dikumpulkan dari Cina, India, dan Eropa belum dapat menjawab kepastian ini.
Penyebaran Hindu-Buddha yang dilakukan oleh para pendeta dan pujangga berlangsung begitu cepat. Hal ini mungkin disebabkan kebudayaan yang disebarkan tidak asing lagi bagi masyarakat yang menerimanya. Banyak kesamaan pikiran-pikiran dan tradisi-tradisi yang disampaikannya dengan kebudayaan mereka.

a. Myanmar (Burma)
Setelah Budha Gotama wafat, 500 murid yang telah mencapai kesempurnaan menyelenggarakan Pasamuan Sangha pertama di Rajagaha. Seabad kemudian, dengan bantuan Raja Kalasoka di Vesali diselenggarakan  pasamuan kedua. Ketika itu terjadi pengelompokkan Sthaviravada (kelak dikenal dengan Theravada atau Hinayana)  yang mempertahankan pelaksanaan peraturan secara kaku, dan Mahasangkhika (Mahayana) yang mengizinkan penghapusan peratuan yang dianggap tidak penting. Pesamuan ketiga diadakan di Pattaliputta tidak berhasil melenyapkan perbedaan aliran. Pesamuan keempat dilakukan di Sri Lanka (29 M), yang menghimpun Tipitaka paling lengkap secara tertulis.  Pesamuan kelima terjadi di Burma, tepatnya di Mandalay, dan secara unik berhasil memahatkan Tipitaka secara lengkap  pada 729 lempengan marmer. Tiap lempengan disucikan di sebuah pagoda kecil dan hingga sekarang hutan pagoda ini masih dapat kita saksikan di tempat diadakannya pasamuan.


b.    Indocina
Indocina terletak di bagian timur semenanjung yang menjorok dari daratan Asia Tenggara ke Laut Cina Selatan. Penduduk Indocina berasal dari daerah di Asia Tengah dan Cina Selatan. Sebagian kecil lagi berasal dari pulau-pulau yang kini termasuk dalam wilayah Indonesia. Mereka inilah yang kemudian dianggap sebagai nenek moyang bangsa Kamboja sekarang. Dari Indocina-lah bermula terjadinya penyebaran kelompok-kelompok manusia yang kemudian menetap di Semenanjung Melayu, Nusantara hingga Filipina sekarang. Ras-ras yang bergabung dan berasimilasi di daratan itu, terjadi sejak 3.000 tahun Sebelum Masehi (SM), terdiri dari ras Melanesia, Australoid, dan Austronesia. Keturunan mereka itulah yang kemudian menyebar di seluruh Asia Tenggara.
Groslier menuliskan, kebudayaan pokok yang mendasari peradaban bangsa-bangsa di Asia Tenggara, yakni budaya agraris, diturunkan oleh kebudayaan Dong-son dari kelompok Austronesia pada abad ke-5 hingga ke-2 Sebelum Masehi (SM) yang menetap di pesisir Annam. Digambarkan bahwa salah satu ciri kuat pada kebudayaan Dong-son adalah budaya pertanian terutama bertanam padi, beternak kerbau dan babi. Kehidupan mereka sangat dipengaruhi oleh angin-angin musim.
Pada kurun sejarah berikutnya, yakni saat peradaban mulai dibangun oleh kemaharajaan-kemaharajaan di daerah Semenanjung Indocina, kita melihat terdapat hubungan kesejarahan yang erat antara Indocina dan Nusantara. Sejumlah kemaharajaan yang lahir di Indocina (di sekitar wilayah Vietnam, Kamboja, Laos sekarang) antara abad ke-6 hingga abad ke-11 sangat dipengaruhi oleh kebudayaan India.
Nama-nama yang digunakan pun mengingatkan kita pada istilah Hindu (India). Di Semenanjung Indocina antara lain tercatat, Kerajaan Tchen-la (abad ke-6) dan Champa pada abad ke-7 yang dipimpin oleh keturunan Isanavarman, dan disusul Kerajaan Angkor (abad ke-8). Sebelumnya, kemaharajaan beralih ke Nusantara dengan berdirinya Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7) yang kuat di Palembang (Sumatera).
Kemaharajaan ini kemudian beralih ke Jawa Tengah pada akhir abad ke-8. Ditandai oleh dinasti Sailendra yang membangun Candi Kalasan dan Candi Borobudur. Sailendra sendiri mengaku sebagai keturunan Fu-nan (Indocina). Ia kemudian menyerang Kerajaan Champa (tahun 774 M). Pada masa ini, peradaban Jawa yang didominasi Buddha Mahayana (pengaruh dinasti Pala, India) melakukan ekspansi ke Indocina dan Semenanjung Melayu. Beberapa temuan arca Avalokitesvara di candi Sungai Batu Pahat, Perak Utara (Malaysia) menunjukkan indikasi tersebut.
Selain itu, pengaruh peradaban Jawa yang menyebar di sana antara lain ritus kerajaan Sailendra yang dipengaruhi unsur agama Hindu tradisional–misalnya pemujaan terhadap lingga. Ini salah satunya diteruskan oleh penerus Dinasti Sailendra, Raja Jayawarman II yang melakukan ekspansi ke Kamboja dan menaklukkan Tchen-la. Uraian ringkas di atas hanyalah untuk menunjukan hubungan kesejarahan antara wilayah (peradaban) di Semenanjung Indocina, Semenanjung Melayu, dan Nusantara, di masa silam.
Dalam perjalanan sejarah yang panjang, haruslah dicatat berbagai perkembangan dan dinamika yang berlangsung di masing-masing wilayah itu oleh ekspansi dan pengaruh dari kebudayaan-kebudayaan besar yang tiba di sana. Seperti ekspansi Cina, India, Arab yang membawa kebudayaan Buddhisme, Hindu, dan terakhir Islam. Masing-masing wilayah itu mengalami proses kesejarahannya sendiri yang amat kompleks.

No comments:

Post a Comment