Tuesday, 29 November 2016
Perkembangan agama budha di Asia Selatan
Pada mulanya agama Buddha sebenarnya bukan agama, dalam arti adanya Tuhan atau Dewa yang dipuja, melainkan suatu ajaran yang bertujuan membebaskan manusia dari lingkaran samsara (moksa). Dalam usaha mendapatkan jalan yang menuju moksa itu kita lihat adanya dua aliran yang sangat berbeda, kalau tidak dapat dikatakan berlawanan.
Aliran pertama ialah yang berpendirian bahwa dasar untuk menempuh jalan moksa itu adalah ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab Weda. Aliran kedua sebaliknya tidak mengakui sama sekali kitab-kitab Weda itu.
Agama Buddha termasuk ke dalam aliran kedua. Agama ini telah menempuh jalan sendiri, memiliki kitab tersendiri, dan bahasa yang dipakai bukan bahasa Sanskerta, melainkan bahasa Pali. Kitab itu disebut Tripittaka ‘Tiga Keranjang’. Dinamakan demikian karena terdiri atas tiga himpunan yang setiap bagian berisi pokok ajaran agama Buddha. Ketiga pittaka itu ialah:
a) Winayapittaka, berisi segala macam peraturan dan hukum yang menentukan cara hidup para pemeluknya;
b) Sutrantapittaka, berisi wejangan-wejangan Sang Buddha; dan
c) Abhidharmapittaka, berisi penjelasan-penjelasan dan kupasan mengenai soal-soal keagamaan.
Perkembangan agama Buddha muncul pada masa wangsa Maurya. Kejayaannya dimulai ketika raja Ashoka (± 270—230 SM) memeluk agama Buddha. Dia menyesali kemenangan-kemenangannya yang membawa ribuan korban jiwa manusia. Ashoka yang pernah menaklukkan seluruh India kecuali bagian ujung selatan, menjadikan agama Buddha sebagai agama negara.
Seorang raja lagi yang terkenal sebagai pelindung agama Buddha adalah Kaniska (abad pertama tarikh Masehi). Dia berasal dari keluarga Kusana suku bangsa Shaka yang memerintah di daerah Panjab.
1) Kelahiran Buddha
Buddha sebenarnya bukan nama orang, tetapi sebutan untuk menamakan orang yang telah mencapai bodhi, yakni orang yang telah mendapat petunjuk. Karena itu, ia sadar akan makna hidupnya dan terbuka nyata jalannya untuk melepaskan diri dari kekangan karma. Sementara itu, Buddha yang kita kenal dari sejarah sebagai orang yang mendirikan agama Buddha bernama Siddhartha Gauthama.
Siddhartha dilahirkan di Taman Lumbini, Kapilawastu pada tahun 563 SM. Ayahnya adalah Raja Shudhodana dan ibunya bernama Maya. Selama beberapa tahun dia hidup dalam lingkungan kemewahan istana. Dia tidak pernah tahu kehidupan sebenarnya yang terjadi pada masyarakat.
Suatu ketika Siddhartha menyelinap keluar istana. Di sana dia melihat orang sakit, dia melihat mayat, dan dia berjumpa dengan seorang pendeta. Dia menyadari bahwa tua, sakit, dan mati merupakan hal-hal yang tidak terelakkan oleh manusia. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk meninggalkan istana beserta segala kemewahannya.
Berbagai guru dia datangi, berbagai ilmu ia pelajari, dan berbagai cara hidup bertapa ia jalani selama enam tahun. Akan tetapi, dia tetap belum mendapatkan yang dicari.
Akhirnya, dia tiba di desa Gaya. Dia duduk bersemadi di bawah pohon yang nantinya dinamakan pohon bodhi. Di sana dia mendapat godaan yang hebat dari raja setan yang bernama Mara. Tetapi, usaha setan itu gagal. Pada malam bulan purnama bulan Waishakha (April-Mei) tercapailah apa yang Siddhartha cita-citakan, yaitu bodhi atau kesadaran. Kini dia menjadi Buddha.
Selama 45 tahun, Buddha menyebarkan ajarannya dan dia telah berhasil mendapatkan jumlah pengikut yang luar biasa besar dari segala lapisan masyarakat. Memang, agama Buddha sama sekali tidak mengenal perbedaan antara manusia dan lainnya.
Dalam usia 80 tahun, sewaktu berada di desa Kushinagara, Sang Buddha wafat (483 SM). Dia masuk nirwana untuk selama-lamanya dan dia mencapai nirwana yang sempurna (Parinirwana).
2) Kehidupan Masyarakat
Pemeluk agama Buddha ada dua macam, yaitu pemeluk yang meninggalkan masyarakat ramai dan hidup dalam biara dan pemeluk yang tetap tinggal sebagai anggota masyarakat biasa. Golongan pertama dinamakan bhiksu (laki-laki) dan bhiksuni (perempuan). Golongan kedua dinamakan upasaka (laki-laki) dan upasika (perempuan).
Karena para Bhiksu dan Bhiksuni tidak boleh memiliki uang dan untuk makan harus meminta-minta, jelas bahwa hidup mereka bergantung pada pemberian, yakni pemberian dari masyarakat. Dalam agama Buddha, pemberian adalah salah satu kebajikan yang utama.
Di dalam menjalankan dharma (ajaran-ajaran Buddha), para pemeluk agama Buddha sangat memuja-muja Sang Buddha. Selain itu, semua benda yang berasal dari Buddha Gautama atau benda miliknya, seperti potongan kuku, potongan rambut, bekas pakaian, dan bekas mangkok untuk meminta-minta.
3) Kehidupan Beragama
Para pengikut ajaran Buddha memiliki pedoman berupa kitab suci yang bernama Tripittaka. Ajaran Buddha terangkum dalam Empat Kebenaran Utama (Aryastyani) dan Delapan Jalan Kebenaran (Astavidha). Empat Kebenaran Utama tersebut antara lain.
a) Hidup adalah menderita.
b) Menderita disebabkan keserakahan atau haus (hasrat) akan hidup.
c) Penderitaan dapat dihentikan untuk mencapai kebahagiaan (nirwana).
d) Untuk mencapai kebahagiaan dapat melalui Delapan Jalan Kebenaran.
(1) pemandangan (ajaran) yang benar
(2) niat atau sikap yang benar
(3) perkataan yang benar
(4) tingkah laku yang benar
(5) penghidupan (mata pencaharian) yang benar
(6) usaha yang benar
(7) perhatian yang benar
(8) semedi yang benar
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment