Tuesday, 29 November 2016
Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Berdasarkan catatan-catatan dari negeri China yang ditulis oleh Itsing, ternyata sekitar tahun 600 Masehi di Sumatera Selatan pernah berdiri tiga kerajaan, yaitu: Che-li-to-che (Sriwijaya), Mo-lo-yeu (Melayu) dan tilang pohoang (Tulangbawang). Tetapi, yang memiliki catatan lengkap hanya kerajaan Sriwijaya. Tampaknya, Itsing lebih tertarik kepada kerajaan Sriwijaya, berhubung ada kaitan dengan kepentingan agama Budha yang sedang ia pelajari. Catalan lain dan negeri China itu mengatakan bahwa banyak pendeta dan Tibet dan China datang ke Sriwijaya karena dikenal sebagai pusat agama Budha.
Begitu pula dengan ditemukannya prasasti-prasasti di beberapa tempat di daerah Sumatera Selatan yang menceritakan tentang kerajaan Sriwijaya. Kemungkinan kerajaan Melayu dan Tulang bawang adalah daerah taklukan Sriwijaya.
Prasasti-prasasti yang ditemukan itu berjumlah 5 (lima) buah, ditulis dengan menggunakan huruf Pallawa. Sedangkan bahasanya menggunakan bahasa Melayu Kuno. Prasasti-prasasti tersebut di antaranya prasasti Kedukan Bukit ditemukan di Palembang bertuliskan tahun 683 Masehi. Prasasti Kota Kapur bertuliskan tahun 686 Masehi ditemukan di Pulau Bangka, prasasti Telaga Batu ditemukan dekat Palembang. Sedangkan prasasti Karang Berahi 1 ditemukan di daerah Jambi bertuliskan 686 Masehi. Dari kelima buah prasasti tersebut banyak menceritakan tentang kerajaan Sriwijaya.
Keterangan prasasti Kedukan Bukit, antara lain menceritakan tentang perjalanan/pelayaran armada laut Dapunta Hyang dengan membawa 20.000 orang prajurit berhasil menaklukan banyak daerah. Sehingga semakin luaslah daerah kekuasaan Sriwijaya. Begitu pula prasasti Kota Kapur yang ditemukan di pulau Bangka, menceritakan bahwa setelah pulau Bangka ditaklukan Sriwijaya kemudian Sriwijaya berusaha pula menaklukan Bhumi Jawa yang kemungkinan kerajaan Tarumanegara.
Dengan demikian jelaslah bahwa kerajaan Sriwijaya merupakan negara maritim pertama di Indonesia yang cukup tangguh dalam menghadapi musuh-musuh negara atau dalam membasmi para perompak laut yang banyak mengganggu keamanan laut bag; pelayaran kapal-kapal dagang di perairan laut wilayah kekuasaan Sriwijaya.
Pada masa pemerintahan Balaputradewa banyak sekali putra-putra dari Sriwijaya pergi berlayar ke luar negeri/terutama ke perguruan tinggi Nalanda di India yang dikenal sebagai tempat lahirnya agama Budha. Sedang selama belajar di sana mereka bertempat tinggal di biara-biara yang didirikan atas biaya raja Balaputradewa dengan memperoleh bantuan dari Dewapaladewa dari kerajaan Pala, di Benggala, India. Hal ini dapat diketahui dari prasasti Nalanda yang bertuliskan tahun 860 masehi.
Tetapi. pada abad ke-11 (sebelas kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran. Hal ini dikaitkan dengan adanya serangan balatentara raja Rajendra Coladewa dari kerajaan Colamandala di India Selatan. Raja Sriwijaya yang bernama Sri Sanggaramawijaya Tunggawarman berhasil ditawan oleh pihak musuh. Kemudian hal itu berdampak pada kerajaan Kediri di Jawa Timur yang berhasil memperluas pengaruh dan kekuasaannya, terutama di perairan laut di bagian timur. Sedangkan Sriwijaya hanya menguasai perairan laut di bagian barat. Hal ini semakin memperlemah kekuasaan kerajaan Sriwijaya di Nusantara.
Kira-kira tahun 1377 Masehi kerajaan Sriwijaya benar-benar lenyap sama sekali, setelah berdirinya kerajaan baru bemama Majapahit di pulau Jawa yang dikemudian hari tumbuh menjadi kerajaan besar dan berhasil menyatukan Nusantara di bawah satu payung Majapahit. Kerajaan Majapahit pun kemasyurannya setarap dengan kerajaan Sriwijaya. Sebagai pusat ajaran agama Budha, di Sriwijaya terdapat bekas tempat ziarah yang dianggap suci bagi para pemeluk agama Budha.
Tempat ziarah itu berada di daerah Telaga Batu, dekat kota Palembang. Di antaranya di daerah itu banyak sekali dijumpai batu bertulis dengan kata Siddayatra yang mengandung arti ziarah yang berhasil. Begitu pula di bukit Siguntang sebelah barat kota Palembang, ditemukan pula sebuah patung Budha cukup besar yang terbuat dari batu alam. Patung Budha tersebut diperkirakan dibuat sekitar tahun 500 Masehi. Menurut perkiraan, patung ini pernah, tersimpan di sebuah candi yang diperkirakan berukuran lebih besar dari candi Borobudur.
Kerajaan Sriwijaya berhasil pula mendirikan tempat-tempat suci di berbagai daerah wilayah kekuasaanya, diantaranya Biara Bahal di daerah Padang Sidempuan di Sumatra Utara dan kelompok candi Muaratakus di dekat daerah Bangkiang.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment