Tuesday, 29 November 2016
Sejarah Kerajaan Tarumanegara
Berdasarkan petunjuk yang ditemukan sekitar abad ke-4 atau abad ke-5 Masehi di daerah Jawa Barat terdapat sebuah kerajaan bernama Tarumanegara di bawah pemerintahan raja Purnawarman. Kemungkinan kata Taruma ini ada kaitannya dengan kata tarum yang berarti ‘Nila’. Kata tarum dikenal pula sebagai nama sebuah sungai yang ada di Jawa Barat, yaitu sungai Citarum. Seperti raja-raja di kerajaan Kutai, nama Purnawarman pun sudah terpengaruh oleh kebudayaan Hindu. Walaupun rajanya orang Indonesia, dapat ditarik kesimpulan bahwa masuknya agama dan budaya Hindu ke Jawa Barat diperkirakan sekitar abad ke-4 atau abad ke-5 Masehi.
Adapun prasasti-prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara itu ada sekitar tujuh buah atau dikenal pula sebagai Batu Bertulis. Lima buah ditemukan di daerah Bogor, Jawa Barat, yaitu di daerah Kebon Kopi, Jambu, Pasar Awi, Muara Ciaruteun, dan di daerah Ciaruteun. Sebuah lagi ditemukan di desa Lebak di tepi sungai Cidanghiang kecamatan Munjul, Banten Selatan. Sedangkan satu lagi ditemukan di desa Tugu, di daerah Cilincing Jakarta. Ketujuh prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Sansakerta dengan menggunakan huruf Pallawa dalam bentuk syair.
Prasasti yang didapat di daerah Jambu menerangkan bahwa raja Purnawarman adalah raja yang sangat mengagumkan. Selain itu, raja Purnawarman dikenal pula sangat menghargai sesama manusia. Akan tetapi, dia tidak segan-segan menumpas semua musuh-musuhnya yang dianggap membahayakan dirinya dan kelangsungan kerajaannya.
Dalam prasasti Ciaruteun terdapat bekas pahatan yang menerangkan bahwa sepasang telapak kaki milik raja Tarumanegara serta digambarkan seperti tapak kaki dewa Wisnu.
Gambar 17.9 Prasasti Ciaruteun
Prasasti yang dianggap penting, yakni prasasti Tugu. Pada prasasti tersebut raja Purnawarman memerintahkan penggalian untuk pembuatan saluran sebuah sungai sepanjang 12 kilometer yang kemudian diberi nama sungai Gomanti. Kemudian pembuatan sungai tersebut selain berfungsi sebagai irigasi bagi kepentingan pertanian, khususnya pengairan pesawahan milik rakyat, juga berfungsi sebagai pengendalian banjir. Dengan begitu dapat dipastikan bahwa keberhasilan pemerintahan raja Purnawarman membawa tingkat kemakmuran bagi seluruh rakyat Tarumanegara. Setelah raja Purnawarman wafat, tidak diketahui lagi siapa pengganti raja Purnawarman karena tidak ada keterangan yang dapat dijadikan pedoman untuk diketahui dengan pasti.
Keterangan lain mengenai kerajaan Tarumanegara diperoleh dari catatan seorang musafir China bernama Fahien. la adalah penganut agama Buddha yang tanpa sengaja terdampar di Ye-p’o-ti ketika dalam pelayaran pulang ke negerinya dari India karena angin topan. Hal ini terjadi kira-kira pada tahun 414 Masehi. Kemudian yang dimaksud Ye-p’o-ti oleh para ahli diartikan sebagai Jawadwipa atau Jawa atau mungkin juga Tarumanegara.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment