I. Berilah Tanda silang (X) pada huruf di depan jawaban yang tepat!
1. Hari pahlawan diperingati mengenang peristiwa....
a. Bandung lautan api b. Medan area
c. Pertempuran di Surabaya d. Pertempuran di Ambarawa
2. Negara-negara yang bersimpati pada RI adalah....
a. Arab, India, Burma, Australia. b. Francis, Jerman, Cina
c. Kanada, Korea, Arab Saudi d. Iran, Kuwait, Kanada
3. Perundingan Linggar Jati dilaksanakan tanggal....
a. 17 Januari 1948 b. 25 Maret 1947
c. 20 Mei 1946 d. 30 April 1947
4. Perundingan Renville dilakukan pada tanggal....
a. 17 Januari 1948 b. 25 Maret 1947
c. 20 Mei 1946 d. 30 April 1947
5. Barisan pemuda Indonesia yang menjadi tulang punggung perlawanan Pemuda Medan dipimpih oleh....
a. Bung Tomo b. Ahmad Subardjo
c. Ahmad Taher d. Andi Aziz
6. Negara-negara Komisi Tiga Negara adalah ....
a. Amerika, Inggris, Belanda
b. Australia, Swedia, Jerman
c. Belgia, Australia, Amerika Serikat
d. Jepang, Cina, Rusia
7. Perundingan RI dan Belanda yang disaksikan Komisi Tiga Negara dilaksanakan di....
a. Linggar Jati b. Bogor
c. Cirebon d. Kapal Renville
8. Dalam Komisi Tiga Negara, wakil RI adalah negara......
a. Belgia b. Amerika
c. Australia d. Swedia
9. Penyebab pecahnya pertempuran di Surabaya disebabkan oleh....
a. Tewasnya Brigjen AWS Mallaby
b. Provokasi oleh tentara KNIL
c. Inggris mengingkari perjanjian.
d. Inggris tidak mematuhi ultimatum
10. Tentara Inggris mendarat di Tanjung Priok tanggal 29 September 1945 di bawah pimpinan....
a. Mallaby b. Rafles
c. Sir philip Christison d. Van Mook
II Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1. Mengapa, setiap pos Sekutu di Surabaya akhimya diserang rakyat Surabaya?
2. Ultimatum Sekutu terhadap pejuang Surabaya tanggal 9 November 1945, berawal dari peristiwa apa?
3. Siapa yang membumihanguskan Bandung Selatan, pada penstiwa Bandung Lautan Api. Dengan alasan apa dibumihanguskan?
4. Mengapa para pejuang Bandung mau meninggalkan kota Bandung, padahal kedudukan militer sedang ada di atas angin!
5. Kapan Bandung Lautan Api diperingati?
6. Apa isi maklumat sekutu yang disampaikan kepada para pejuang di Medan pada tanggal 18 Oktober 1945?
7. Mengapa Sekutu melancarkan serangan besar-besaran ke kota Medan dan sekitamya pada 10 Desember 1945?
8. Mengapa akhimya Sekutu/Inggris mempertemukan Indonesia-Belanda di Meja perundingan? Perundingan apa yang diadakan?
9. Mengapa RI menerima ajakan perundingan pihak Inggris?
10. Siapa diplomat Inggris yang menjadi penengahnya?
11. Siapa ketua delegasi dari masing-masing pihak?
12. Dari pihak kita sendiri banyak yang tidak menyetujui isi perjanjian Linggarjati. Mengapa?
13. Mengapa pada saat terjadi agresi Militer Belanda I RI sedang lemah?
14. Bagaimana perkembangan wilayah RI setelah Agresi Militer Belanda I?
15. Apa yang dilakukan TNI setelah Agresi tersebut?
16. Apa yang dimaksud Perang Gerilya dan kantong-kantong gerilya?
17. Mengapa Tni akhimya meninggalkan kantong gerilyanya dan hijrah ke daerah RI di Yogyakarta?
18. Apa reaksi internasional terhadap Agresi Militer Belanda I?
19. Apa hasil dari reaksi internasional itu?
20. Apa tugas komisi jasa-jasa baik PBB? Apa nama resmi dari Komisi Jasa-jasa Baik PBB?
Wednesday, 26 October 2016
Perjanjian Renville (17 Januari 1948)
Di luar negeri agresi militer Belanda pertama ini mendatangkan reaksi keras. Wakil-wakil India dan Australia mengajukan usul agar sengketa Rl/Belanda ini dibicarakan dalam forum dewan keamanan PBB, dan diterima. Pada 1 Agustus 1947, dewan keamanan PBB memerintahkan kedua belah pihak untuk menghentikan tembak menembak (Cease Fire).
Ke Sidang Dewan Keamanan PPB tersebut pemerintah RI mengutus Sutan Syahrir dan H. Agus Salim.
Pada 4 Agustus 1947 pemerintah RI dan Belanda mengumumkan penghentian tembak menembak, sehingga secara resmi berakhirlah agresi militer Belanda.
Untuk mencari penyelesaian secara damai dan melaksanakan penghentian tembak menembak, Dewan Keamanan PBB membentuk komisi jasa-jasa baik yang diberi nama : Komisi Tiga Negara (KTN), yang beranggotakan :
a. Belgia (Paul van Zeeland) yang ditunjuk Belanda.
b. Australia (Richard C. Kirby) yang ditunjuk RI. .
c. Amerika Serikat (Dr. Frank B. Graham) yang ditunjuk Belgia dan Australia.
Dalam pertemuannya pada 20 Oktober 1947 di Sidney, KTN memutuskan :
a. Bahwa tugas mereka di Indonesia.adalah untuk membantu menyelesaikan sengketa antara RI dan Belanda secara damai.
b. Bahwa dalam masalah-masalah militer KTN akan mengambil inisiatif, sedangkan dalam masalah-masalah politik KTN hanya memberikan usul.
Kemudian, muncul masalah mengenai tempat perundingan. Belanda mengusulkan Jakarta, tetapi ditolak RI. yang menginginkan diselenggarakan di luar daerah pendudukan Belanda.
Akhimya, atas usul KTN perundingan dilakukan di atas sebuah kapal pengangkut pasukan angkatan laut Amerika Serikat “Renville”.
Perundingan dimulai pada 8 Desember 1947 di atas kapal Renville yang berlabuh di Teluk Jakarta. Perundingan berjalan seret karena perbedaan pendapat:
a. Belanda menginginkan masalah-masalah militer di selesaikan terlebih dahulu, baru kemudian masalah politik.
b. RI menghendaki masalah-masalah militer diselesaikan bersama-sama dengan masalah politik.
Gambar 12.5 Penandatanganan Perjanjian Renville. Sumber: 30 Thn Ind Merdeka. Sumber: 30 Thn Ind Merdeka
Akhirnya, keduanya menerima saran-saran KTN :
a. Berdiri tegak di tempat, dan hentikan tembak menembak dengan segera.
b. Pengulangan kembali dasar-dasar pokok perundingan Linggarjati.
.
Demikianlah, pada tanggal 17 Januari 1948 persetujuan Renville ditandatangani, yang berisi:
a. Persetujuan gencatan senjata antara RI dengan Belanda.
b. Disetujui sebuah garis demarkasi yang memisahkan daerah RI dari daerah pendudukan Belanda.
c TNI harus ditarik dari daerah-daerah kantongnya (di Jawa Barat dan Jawa Timur) ke daerah RI di Yogyakarta.
d Menerima 6 pokok prinsip tambahan untuk perundingan, guna mencapai penyelesaian politik. (tambahan dari KTN).
Perundingan Linggarjati (25 Maret 1947)
Setelah perdebatan sengit dalam masyarakat dan dilingkungan anggota KNIP, akhirnya pada tanggal 25 Maret 1947 persetujuan Linggarjati ditandatangani di Istana Rijswijk, (sekarang istana Merdeka).
Ketua dan anggota dari delegasi Indonesia terdiri dari Sutan Syahrir, Muhammad Roem S.H. Susanto Tirtoprojo S.H dan Dr. A.K Gani. Ketua dan delegasi Belanda terdiri dari: “ProfSchermerhom, Dr. Van Mook dan Van Poll”. Bertindak sebagai penengah dari Inggris Lord Killearn. Seluruh anggota delegasi dari kedua pihak membubuhkan tandatangannya.Isi terpenting adalah :
a. Bahwa Belanda mengakui de facto RI atas Sumatera, Jawa dan Madura.
b. Bahwa Belanda dan RI akan bekerjasama membentuk
sebuah negara Indonesia Serikat (NIS) yang akan meliputi pula negara RI sebagai salah satu negara bagiannya.
pengaruh konflik Indonesia-Belanda terhadap keberadaan negara kesatuan Republik Indonesia
Perlawanan yang gigih kaum patriot Indonesia melawan agresi asing dan juga protes keras yang dilancarkan oleh negara-negara lain di arena internasional memaksa Inggeris untuk mengundurkan pasukannya pada akhir 1946. Kaum kolonialis Belanda sendiri terpaksa duduk di meja perundingan berhadapan dengan pemimpin- pemimpin Republik Indonesia. Setelah beberapa kali pertemuan pendahuluan dilakukan untuk mengadakan berbagai kompromi yang dapat disetujui kedua belah pihak, maka akhirnya pada tanggal 10 November 1946 diadakanlah perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggajati (sebelah selatan kota Cirebon). Hasil perundingan diumumkan tanggal 15 November 1946 untuk akhirnya ditandatangani oleh wakil-wakil kedua belah pihak pada tanggal 25 Maret 1947 di Jakarta, tetapi tetap dinamakan Perjanjian Linggajati.
Isi Perjanjian Linggarjati tersebut adalah merupakan kompromi antara kedua pemerintahan. Belanda mengakui de facto pemerintah Republik Indonesia, yang menguasai Jawa, Madura dan Sumatra, yang berpenduduk sekitar 80% dari seluruh jumlah penduduk daerah “Hindia Belanda”. RI terpaksa menyatakan persetujuannya bersama-sama Belanda membentuk Negara Indonesia Serikat. Kecuali itu, Indonesia juga mengakui hak milik perusahaan- perusahaan Belanda dan perusahaan-perusahaan asing lainnya, yang berada di seluruh wilayah tersebut. Setelah penandatanganan Persetujuan Linggajati tersebut, Inggris, Amerika Serikat dan India dengan beberapa negara Asia lainnya mengakui de facto pemerintah RI.
Makin kuatnya posisi RI di dunia internasional berkat pengakuan tersebut di atas adalah di luar kehendak subyektif pihak Belanda. Dan tentu saja Belanda tidak menghendakinya, sebab semakin kuatnya kedudukan RI di dunia internasional dianggap akan merugikan kepentingan Belanda. Untuk memperlemah kedudukan Indonesia tersebut, Belanda mulai berusaha membentuk negara- negara boneka di daerah-daerah, yang berada di bawah kontrolnya. Kecuali itu, Belanda menuntut pemerintah RI untuk mengakui kedaulatan Belanda tasa Indonesia sebelum dibentuknya Negara Indonesia Serikat. Di samping itu, Belanda menuntut pula dibentuknya pasukan polisi militer bersama Belanda-Indonesia juga di teritorial RI.
Delegasi resmi RI untuk mendapatkan pengakuan dunia sejak proklamasi Kemerdekaan diketuai oleh H.A. Salim, Wakil Menteri Luar Negeri. Kunjungan ini menghasilkan perjanjian persahabatan RI dan Mesir (Juni, 1947). Bagi RI perjanjian ini adalah suatu dukungan moral yang tinggi, karena dengan perjanjian ini kehadiran RI diakui secara resmi dalam pergaulan internasional. Mesir akan selalu dikenang sebagai negara yang pertama kali mengakui kedaulatan RI. Setelah itu menyusul perjanjian persahabatan dengan Suriah (3 Juli 1947) dan Lebanon (9 Juli 1947) serta Irak.
Negara-negara Arab, India, Burma, Australia juga merupakan negara-negara yang paling awal bersimpati pada RI. Dengan berbagai usaha diplomatik dan kerjasama internasional mereka membela perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dukungan mereka dan keterampilan delegasi Indonesia memperjuangkan hak kedaulatan bangsa berhasil menyudutkan Belanda dalam percaturan politik internasional. India dan Australia berhasil membawa masalah Indonesia ke Sidang Dewan Keamanan PBB. Belanda bukan saja gagal total menjadikan perjuangan kemerdekaan Indonesia sebagai “masalah dalam negeri”, tetapi juga harus menerima perantara internasional untuk menyelesaikan konflik dua bangsa.
Pada tanggal 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang menuntut semua pihak yang bertikai untuk menghentikan tembak-menembak. Pada pukul 00:00 kedua belah pihak mengeluarkan perintah “penghentian tembak “. Perdebatan tentang Indonesia di Dewan Keamanan memberi tempat kepada Indonesia tampil di forum PBB untuk memperjuangkan nasibnya. Berbagai usaha Belanda dan sekutunya (terutama Belgia) untuk menghalangi delegasi Indonesia gagal. Usaha mereka untuk mengikutsertakan wakil Kalimantan dan Negara Indonesia Timur juga gagal. Pada tanggal 25 Agustus Dewan Keamanan menerima dua resolusi, yang masing-masing diajukan oleh Cina dan Amerika Serikat. Resolusi pertama mengharuskan setiap konsulat negara asing yang berada di “Batavia” untuk melaporkan situasi di Indonesia, sedangkan resolusi kedua memutuskan agar Dewan Keamanan menawarkan “jasa-jasa baiknya kepada kedua belah pihak”. Berdasarkan resolusi ini Dewan Keamanan membentuk “komisi jasa baik” (good offices commission), yang terdiri atas tiga negara.
Sejak awal awal Belanda telah mempersulit tugas Komisi Tiga Negara. Pada tanggal 29 Agustus atau 4 hari setelah terbentuknya KTN, Belanda mengumumkan garis demarkasi baru yang dikenal sebagai “Garis Van Mook” (Van Mook Line) yang didasari dengan argumen bahwa daerah yang dianggap sebagai wilayah kekuasaan Belanda adalah yang berada di belakang pos-pos terdepan pasukan KNIL/KL. Padahal di belakang pos-pos yang merupakan benteng-benteng terpisah tersebut pasukan TNI dan kekuatan RI lainnya cukup leluasa untuk beroperasi. Konsep “Garis Van Mook” ditolak mentah-mentah oleh RI. Pada tanggal 27 Oktober 1947, Komisi Tiga Negara yang terdiri atas wakil Belgia (Paul van Zeeland), Australia (Richard Kirby) dan Amerika Serikat (Prof. Graham) mendarat di Jakarta. Konflik dengan Belanda selanjutnya dibawah pengawasan internasional.
Untuk menengahi persengketaan tersebut KTN mengajak kedua belah pihak untuk berunding di “wilayah netral” yakni di kapal perang milik Amerika Serikat US Renville yang sedang berlabuh di Teluk Jakarta. Delegasi RI dipimpin langsung oleh PM Amir Syarifuddin. Hasil perundingan tidak jauh dari hal-hal yang telah disetujui dalam Persetujuan Linggar Jati, kecuali dua hal yang penting, Pertama, “negara boneka” Belanda telah bertambah jumlahnya mencakup wilayah Sumatra, Jawa dan Madura, dan tidak akan berusaha untuk memperluas lebih dari yang secara de fakto diakui Belanda. Kedua, “Garis Van Mook” diterima sebagai garis demarkasi, sehingga kantong-kantong TNI yang berada di belakang “garis” tersebut harus dikosongkan. Dari hasil ini tampak bahwa Amir Syarifuddin telah memberikan konsesi yang lebih besar dari Syahrir yang telah dijatuhkannya. Akibatnya, partai pendukungnya juga meninggalkannya. Pada tanggal 23 Januari 1948, Kabinet Amir Syarifuddin mengembalikan mandatnya. Atas desakan Parta Masyumi, pada tanggal 29 Januari 1948 Presiden Soekarno menunjukkan Wakil Presiden M. Hatta sebagai Perdana Menteri dari kabinet persidentil.
Suasana perundingan melalui penengah KTN pada awal Desember 1948 meulai menemui jalan buntu. Pada tanggal 11 Desember 1948, Belanda mengatakan bahwa tidak mungkinlagi dicapai persetujuan antara kedua belah pihak. Empat hari kemudian Wakil Presiden Mohammad Hatta minta KTN untuk mengatur perundingan dengan Belanda, tetapi Belanda menjawab pada tanggal 18 Desember 1948, pukul 23:00 malam, bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan Persetujuan Renville. Lewat tengah malam atau tanggal 19 Desember 1948 pagi, tentara Belanda diterjunkan di lapangan terbang Maguwo, yang dikenal dengan istilah Aksi Militer Belanda II (2nd Dutch Military Action). Reaksi internasional atas serangan Belanda terhadap Republik pada tanggal 19 Desember 1948 sangat keras. Negara-negara Asia, Timur Tengah dan Australia mengutuk serangan itu dan memboikot Belanda dengan cara menutu lapangan terbang mereka bagi pesawat Belanda. Dalam sidangnya pada tanggal 22 Desember 1948 Dewan Keamanan PBB memerintahkan penghentian tembak menembak kepada tentara Belanda dan Republik. Atas usul India dan Birma, Konferensi Asia mengenai Indonesia diadakan di New Delhi pada tanggal 20 Desember 1949. Amerika Serikat, Kuba, dan Norwegia mendesak Dewan Keamanan untuk membuat resolusi yang mengharuskan dilanjutkannya perundingan.
Pada tanggal 24 Januari 1948, Konferensi Asia di New Delhi mengirimkan resolusi kepada Dewan Keamanan PBB, yang antara lain menuntut dipulihkannya Pemerintah Republik ke Yogyakarta; dibentuknya Pemerintahan Interim; ditariknya tentara Belanda dari seluruh Indonesia; dan diserahkannya kedaulatan kepada Pemerintah Indonesia Serikat, pada tanggal 1 Januari 1950.
Atas usul Amerika Serikat, Tiongkok, Kuba, dan Norwegia, pada tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang mengharuskan kedua belah pihak menghentikan permusuhan, dipulihkannya pemerintah pusat Republik Indonesia ke Yogyakarta; dilanjutkannya perundingan; dan diserahkannya kedaulatan kepada Indonesia pada waktu yang disepakati.
Resolusi Dewan Keamanan PBB ini memberikan peluang baru bagi KTN untuk kembali aktif menangani Indonesia - Belanda. KTN mendesak Belanda agar para tawanan dibebaskan. Anggota KTN juga datang ke Bangka mengunjungi pemimpin Republik yang ditahan di sana.
Atas desakan Internasional itu pemerintah Belanda mulai melaksanakan move baru dengan mengunjungi Soekarno - Hatta di Bangka dan menawarkan undangan agar Republik bersedia ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Soekarno - Hatta berpendirian bahwa perundingan baru bisa diadakan setelah Pemerintah Republik dikembalikan ke Yogyakarta.
Sementara itu tanggal 23 Maret 1949 KTN yang diminta Dewan Keamanan PBB agar membantu kedua belah pihak untuk melakukan perundingan berdasarkan resolusi tanggal 28 Januari 1949, telah tiba di Jakarta. Dua hari kemudian delegasi Republik yang dipimpin Mr. Mohammad Roem bertemu dengan delegasi Belanda dibawah Van Royen di Hotel Des Indes, Jakarta. Merle Cochran dari KTN bertindak sebagai penengah.
Perundingan berjalan alot, sehingga memerlukan kehadiran Mohammad Hatta dari Bangka dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta.
Setelah hampir tiga minggu berunding, maka pada tanggal 7 Mei 1949 kedua delegasi sepakat untuk mengeluarkan pernyataan masing-masing pihak, yang kemudian dikenal sebagai Pernyataan Roem-Royen (Roem-Royen Statement). Masalah terpenting dari penyataan itu adalah kesediaan Belanda untuk mengembalikan Pemerintah Republik ke Yogyakarta.
Pendekatan antara Pemimpin Republik dam BFO sejak menjelang dilaksanakannya Perundingan Roem-Royen dan kontak-kontak menjelang dan setelah Pemerintah Repbulik kembali ke Yogya, telah membuka jalan untuk mengadakan Konferensi Inter Indonesia. Delegasi RI ke Konferensi Inter Indonesia terbentuk tanggal 18 Juli 1949 dipimpin oleh Wakil Presiden/PM Mohammad Hatta. Sedangkan delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid dari Pontianak dan Anak Agung dari NIT. Konferensi berlangsung yang dari tanggal 20 Juli hingga 22 Juli 1949 menyepakati bahwa Negara Indonesia Serikat akan diberi nama Republik Indonesia Serikat. Merah Putih adalah bendera kebangsaan, lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya, bahasa Nasional adalah Bahasa Indonesia dan 17 Agustus adalah Hari Kemerdekaan.
Setelah Konferensi Yogya, diteruskan dengan Konferensi Inter Indonesia II yang dimulai sejak 31 Juli s/d 2 Agustus 1949 bertempat di Gedung Pejambon, Jakarta. Pada pertemuan ini disepakati pembentukan Panita Persiapan Nasional yang bertugas menyelenggarakan suasana tertib sebelum dan sesudah berlangsungnya Konferensi Meja Bundar. Diputuskan juga draf awal UUD Republik Indonesia Serikat yang akan dibicarakan dalam KMB.
Pada tanggal 1 Agustus 1949 Rapat gabungan komisi militer (Republik - Belanda - BFO dan UNCI) bersepakat untuk segera menghentikan permusuhan, mengadakan gencatan senjata dan mengembalikan kota-kota yang telah diduduki Belanda ke tangan Republik. Pada tanggal 3 Agustus 1949 pukul 8 malam, melalui RRI, Presiden Soekarno memerintahkan Angkatan Perang RI untuk menghentikan tembak-menembak dengan tentara Belanda. Pada saat yang bersamaan Wakil Tinggi Mahkota Belanda di Indonesia, Lovink, mengumumkan hal yang sama melalui radio di Jakarta.
Karena penghentian tembak-menembak antara kedua belah pihak harus mulai berlaku sejak 11 Agustus untuk seluruh wilayah Jawa, dan 17 Agustus 1949 untuk Sumatra, maka para komandan lapangan harus pula segera mengadakan pembicaraan baik melalui Panita Bersama Pusat, maupun Komite Daerah, untuk mengatur segi-segi teknis penghentian tembak-menembak, dibantu oleh PBB/UNCI. Sambil menunggu hasil perundingan Konferensi Meja Bundar, tentara Belanda mulai ditarik.
Dengan penhentian tembak-menembak kehidupan ekonomi mulai bergerak kembali. TNI mulai masuk kota. Dimana-mana mereka disambut rakyat dengan gembira dan penuh perasaan haru. Rakyat selanjutnya dapat merayakan peringatan HUT RI tanpa rasa takut. Suasana baru telah mulai dirasakan. Kedatangan Bung Karno dan para pemimpin lainnya di Jakarta mulai dinantikan.
Tanggal 4 Agustus 1949 Presiden Soekarno mengangkat delegasi Republik Indonesia untuk Konferensi Meja Bundar yang dipimpin oleh Mohammad Hatta. Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid dari Pontianak, dan Delegasi Belanda dipimpin oleh Mr. J.H. van Maarseveen. Konferensi yang berlangsung dari tanggal 23 Agustus 1949 hingga 2 November 1949 ini diikuti pula oleh UNCI.
Pada hakekatnya KMB menghasilkan tiga isu utama persetujuan, yakni:
1. Piagam Penyerahan Kedaulatan
2. Piagam Uni-Nederland dengan lampiran persetujuan Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia Serikat
3. Persetujuan Peralihan/Perpindahan yang memuat peraturan-peraturan yang bertalian dengan penyerahan kedaulatan
Di samping itu juga dibahas masalah-masalah bilateral dan domestik yang serius. Semua hutang bekas Hindia Belanda menjadi tanggung jawab nagara Indonesia Serikat. De Javaansche Bank tetap diakui sebagai Bank Sentral. Intergrasi KNIL ke dalam TNI. Masalah Irian Barat akan dibiarkan untuk sementra, yakni “satu tahun”.
Pelaksanaan KMB terus dipantau oleh Badan Pekerja KNIP. Pada tanggal 23 Oktober 1949 Badan Pekerja KNIP telah menerima keterangan pemerintah mengenai pembicaraan dalam sidang-sidang KMB yang disampaikan oleh Wakil Perdana Menteri Sri Sultan Hamengkubuono IX.
Hal lengkap KMB disampaikan Perdana Menteri Mohammad Hatta pada Sidang Pleno KNIP tanggal 6 hingga 15 Desember 1949. KNIP menerima hasil KMB dengan 226 setuju, 62 tidak setuju, dan 31 suara blangko. PErsetujuan KNIP itu diberikan dalam dua bentuk, yakni sebuah maklumat dan dua buah undang-undang. Maklumat KNIP diumumkan Presiden RI pada tanggal 14 Desember 1949, berisi tentang negara Repbulik Indonesia Serikat memegang kedaulatan atas seluruh wilayah; dan bahwa alat perlengkapan RI disumbangkan kepada RIS untuk menegakkan kedaulatannya.
Dua undang-undang yang disetujui KNIP adalah Undang-Undang No. 10 yang berisi mengenai Induk Persetujuan KMB dan masalah kedaulatan dari Belanda kepada RIS. Sedangkan Undang-Undang No. 11 berisi mengenai draf final Konstitusi Republik Indonesia Serikat.
Persetujuan KNIP atas hasil KMB melancarkan jalan bagi terbentuknya Republik Indonesia Serikat, sebagaimana diharuskan oleh KMB. Pada tanggal 14 Desember 1949 delegasi RI dan delegasi negara-negara bagian, yang tergabung dalam BFO menandatangani Piagam Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Dengan piagam ini resmilah pula negara-negara tersebut menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat.
Pada tanggal 15 Desember 1949, Dewan Pemilih Presiden RIS dibentuk. Dewan ini diketuai oleh Mr. Mohammad Roem. Pada tanggal 16 Desember dewan ini memilih calon tunggal Ir. Soekarno sebagai Presiden RIS. Pelantikan dilaksanakan di Siti Hinggil, Kraton Kesultanan Yogyakarta para tanggal 17 Desember 1949. Selanjutnya Presiden Soekarno secara resmi menunjuk Drs. Mohammad Hatta sebagai formatur kabinet. Pada tanggal 20 Desember Kabinet RIS yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammad Hatta dilantik. Karena Presiden RI, Soekarno dan WAkil PResiden, Mohammad Hatta menduduki jabatan barunya dalam RIS, maka untuk melaksanakan fungsinya di Negara Republik Indonesia, ditunjuk Mr. Assaat sebagai pejabat (Acting) Presiden RI yang tetap berkedudukan di Yogyakarta. Republik Indonesia dalam status sebagai negara bagian RIS dikenal juga sebagai RI Yogyakarta dengan dr. Abdul Halim sebagai Perdana Menteri.
Dengan telah selesainya pembentukan RIS dan kabinetnya, maka “penyerahan kedaulatan” dari tangan Belanda kepada RIS sebagaimana diatur dalam KMB dapat dilaksanakan. Pemerintah RIS menunjuk Perdana Menteri Mohammad Hatta untuk memimpin delegasi RI ke negeri Belanda untuk menerima naskah penyerahan kedaulatan langsung dari Ratu Yuliana. Sedangkan di Jakarta wakil RIS, Sei Sultan Hamengkubuwono IX menerimanya dari Wakil Mahkota Belanda A.H.J Lovink. Upacara dilaksanakan di dua tempat secara bersamaaan pada tanggal 27 Desember 1949.
peran dunia Internasional dalam konflik Indonesia Belanda
Setelah proklamsi kemerdekaan, rakyat Indonesia berjuang dengan sekuat tenaga untuk mempertahankan kemerdekaannya. Betapa tidak. Pemerintah kolonial Belanda berusaha sekuat tenaga dengan segala jalan dan cara betatapun bengis dan kejamnya untuk menghancurkan republik muda itu dan menguasai kembali “Hindia Belanda” ke tangan mereka.
Dengan dibantu oleh Ingeris, yang memang berkepentingan untuk menjaga modal/kapital besar mereka yang berada di Indonesia. Sedang Amerika Serikat bersikap menahan diri, tidak melakukan campur tangan dengan kekerasan senjata di Indonesia, tetapi aktif memberikan bantuan ekonomi dan juga bantuan militer berupa senjata-senjata kepada Belanda.
Tanggal 29 September 1945 tentara Inggeris di bawah komando Letjen Sir Philip Christison mendarat di Tanjung Priuk. Pada saat itu pulau Jawa telah berada di bawah kontrol pemerintah Republik Indonesia. Tetapi di beberapa pulau lain di luar Jawa berkat bantuan Serikat, kaum kolonialis Belanda telah berhasil setapak demi setapak memperkuat dan mengembalikan kedudukan kekuasaannya seperti sebelum perang. Di daerah-daerah tersebut mereka bentuk pemerintahan kolonial Belanda.
Sehubungan dengan mendaratnya pasukan Inggeris di Tanjung Priuk itu, Kepala Staf Komando Angkatan Perang Inggeris di Asia Tenggara Admiral Mountbatten menyatakan, bahwa tugas utama tentara Inggeris di Indonesia ialah hanya melucuti dan merepatriasi balatentara Jepang yang kalah perang dan menjadi tawanan Serikat dan membebaskan orang-orang Eropa yang berada di kamp-kamp konsentrasi Jepang.
Tetapi di balik itu, dalam prakteknya pemerintah Inggeris berusaha mempertahankan posisi ekonominya di Indonesia dengan jalan membantu Belanda dalam usahanya untuk mengembalikan kekuasaan kolonialnya di “Hindia Belanda”.
Dengan membonceng pendaratan tentara Inggeris tersebut di atas, sambil menyamar sebagai tentara Sekutu, seolah sebagai “petugas Palang Merah Internasional” tentara Belanda berhasil masuk ke Tanjung Priuk. Bersamaan dengan itu masuklah ke Indonesia para pejabat tinggi “pemerintah kolonial Hindia Belanda”, mula-mula Charles Olke van der Plas, setelah itu menyusul Hubertus Johannes van Mook (lahir di Semarang tahun 1894 dari keluarga guru) sebagai Wakil Gubernur Jenderal dengan sejumlah personilnya. Pihak Belanda melakukan provokasi-provokasi bersenjata dan juga sabotase ekonomi untuk menjatuhkan pemerintahan Republik Indonesia dibawah Sukarno-Hatta. Sehubungan dengan itu, pemerintah Indonesia mengeluarkan pernyataan khusus tertanggal 25 Oktober 1945 yang menegaskan prinsip politik luar negerinya, yang antara lain menekankan, bahwa Indonesia bersedia mengadakan perundingan dengan negara manapun atas dasar pengakuan hak bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri dan memilih bentuk pemerintahan negerinya yang sepadan dengan cita-citanya.
Pemerintah Indonesia menyatakan, bahwa tercapainya perdamaian dan suksesnya pembahasan mengenai masalah Indonesia harus dilaksanakan secara internasional. Perundingan dua pihak mungkin saja dilaksanakan dengan mengikutsertakan pihak ketiga yang akan bertindak sebagai penengah.
Pemerintah Indonesia berjuang sekuat tenaga untuk mendapatkan pengakuan kedaulatannya sebagai negara bebas, merdeka, berdaulat dan damai di arena internasional. Sehubungan dengan itu Bung Hatta menegaskan, bahwa “kita perlu akan pengakuan asing tentang kemerdekaan kita. Pemerintah Republik Indonesia berusaha sehebat-hebatnya dalam lapangan diplomasi”.3)
Bagaimanakah sebenarnya posisi pemerintah negara-negara Serikat terhadap Republik Indonesia? Pada tanggal 10 Desember 1944 Jenderal MacArthur dan Van Mook sebagai wakil-wakli negara masing-masing telah menandatangani perjanjian khusus tentang penyerahan kembali teritorial “Hindai Belanda” kepada NICA (Netherlands Indies Civil Administration). Dus, Amerika Serikat mendukung dan akan membantu sepenuhnya kembalinya “Hindia Belanda” ke tangan Kerajaan Belanda.
Untuk mencapai tujuannya itu, pada mulanya kaum kolonialis Belanda menolak segala bentuk perundingan dengan pihak republik. Mereka berusaha keras mengerahkan kekuatan fisik dan persenjataannya untuk melikwidasi Republik Indonesia. Dalam usahanya itu mereka sangat mengharapkan bantuan pemerintah Amerika serikat dan Inggeris, yang memang mengakui hak kedaulatan Kerajaan belanda atas “Hindia Belanda” sesuai dengan perjanjian khusus yang telah ditandatangani oleh MacArthur dan Van Mook pada tanggal 10 Desember 1944 tersebut di atas.
Mendaratnya pasukan Belanda dengan membonceng pada Inggeris di Tanjung Priuk berarti, bahwa Admiral Mountbatten samasekali tidak peduli dengan kedaulatan RI dan tuntutan pemerintah Indonesia yang melarang pendaratan pasukan Belanda. Bahkan dalam perundingan antara Van Mook dengan Mountbatten dan Christison, yang berlangsung tanggal 7 Oktober 1945, telah diputuskan untuk memperbesar jumlah tentara Inggeris di Indonesia guna membantu dan memperkuat tentara Belanda, yang akan dikirim kemudian. Pada tanggal 13 Oktober 1945 pasukan tambahan Inggeris mendarat di pulau Sumatra di sekitar Medan dan Padang. Dan pada tanggal 14 Oktober 1945 Christison mengumumkan keadaan perang di Jakarta dan merebut kota-kota Bogor dan Bandung. Menjelang akhir Oktober 1945 tentara Inggris telah mendarat di berbagai pelabuhan penting dan daerah- daerah strategis Indonesia lainnya.
Kaum patriot Indonesia berjuang mati-matian melawan kaum agresor. Pada bulan November 1945 terjadilah perang yang amat sengit antara tentara Inggeris dengan pasukan Indonesia yang mempertahankan pelabuhan dan kota Surabaya. Sekitar dua minggu pasukan Indonesia yang sebagian besar hanya bersenjatakan senapan dan bambu runcing melawan tentara Inggeris yang bersenjata lengkap dan modern dengan dibantu kapal-kapal artileri, angkatan udara dan tank-tank. Perlawana yang gagah berani, pantang menyerah dan dengan semangat berkobar-kobar dari kaum patriot Indonesia untuk membela tanah airnya melawan agresor di Surabaya itu membangkitkan semangat perlawanan patriot Indonesia lainnya di seluruh Indonesia.
Kemenangan pertama dicapai oleh kesatuan laskar Indonesia di bawah Jenderal Soedirman di Jawa tengah. Berkat hal itu pemerintah Indonesia untuk sementara dipindahkan ke Jogyakarta.
Medan area (10 Desember 1945)
Pasukan Serikat bersama NICA, pimpinan Bngien Ted Kelly mendarat di Medan pada 9 Oktober 1945, yang didahului suatu kelompok komando pimpinan Westerling. Para pemuda Medan yang sebelumnya telah membentuk Barisan Pemuda Indonesia (13 September 1945), di bawah pimpinan Achmad Tahir, telah mengambil alih gedung pemerintah dan merebut senjata Jepang pada 4 Oktober 1945. Begitu tercium bahaya kedatangan Serikat, para pemuda Medan segera membentuk TKR.
Pihak RI sendiri menyetujui perundingan seperti itu, untuk menarik dukungan Internasional melalui forum PBB. Maka sejak itu dimulailah masa perjuangan diplomasi. Sebagai kelanjutan dari perundingan-perundingan sebelumnya, sejak 10 Nopember 1946 di Linggarjati dekat Cirebon, diadakan perundingan antara RI dengan pihak Belanda yang disaksikan diplomat Inggris Lord Killearn sebagai penengah.
Bandung lautan api (24 Maret 1946)
Pada saat pasukan Serikat memasuki kota Bandung di bulan Oktober 1945, pemuda-pemuda Bandung sedang dalam pergulatan melaksanakan pemindahan kekuasaan dan merebut senjata serta peralatan lain dari tangan Jepang.
Serikat menuntut agar senjata dan peralatan yang baru dirampasnya itu diserahkan kepada pihak Serikat, Tanggal 21 November 1945, pihak Serikat mengeluarkan ultimatum (ancaman) agar selambat-lambathya tanggal 29 November 1945 TRI mengosongkan kota Bandung. Ultimatum tak diindahkan para pejuang Republik, maka sejak itu sering terjadi pertempuran-pertempuran. Kota Bandung seolah terbelah menjadi dua daerah pendudukan dengan batas rel kereta api. TRI menguasai bagian selatan Bandung sedangkan pihak Serikat menguasai Bandung utara yang juga merupakan daerah pertempuran.
Tanggal 23 Maret 1946 Sekutu kembali mengeluarkan ultimatum agar seluruh kota Bandung dikosongkan. Dalam pada itu TRI.menerima perintah yang saling bertentangan:
1) Dari pemerintah RI (Kabinet Syahrir) di Jakarta memerintahkan untuk mengosongkan Bandung sesuai dengan perundingan-perundingan yang sedang dilakukan dengan pihak Sekutu.
2) Markas TRI di Yogyakarta memerintahkan untuk mempertahankan kota Bandung. Akhirnya, dengan berat hati, TRI mematuhi perintah Jakarta. Sebelum meninggalkan kota Bandung, para pejuang melancarkan serangan umum ke arah kedudukan-kedudukan Serikat dan membumihanguskan Bandung selatan. Peristiwa inilah yang dimaksud peristiwa “Bandung lautan api.”
Peristiwa heroik di Surabaya (10 November 1945)
Tentara Serikat dari Brigade 49/divisi India ke-23 pimpinan Brigjen AWS Mallaby mendarat di Surabaya.Semula bangsa Indonesia menyambutnya dengan tangan terbuka. Tapi uluran tangan ini diabaikan Serikat dengan menyerbu penjara Republik untuk mernbebaskan perwira-perwira Serikat dan pegawai RAPWI (Relief of Allied of War and Internees) yang ditawan Republik. Pada tanggal 28 Oktober 1945 pos-pos Serikat di seluruh kota Surabaya diserang rakyat Indonesia. Dalam pertempuran sehari saja Brigjen Mallaby hampir saja binasa bila para pemimpin Indonesia tidak segera memerintahkan penghentian tembak menembak. Sebaliknya, penghentian tembak menembak itu tidak dihormati pihak Serikat, sehingga terjadilah suatu insiden (peristiwa). Dalam insiden yang sampai sekarang belum terungkap secara jelas ini, Brigjen Mallaby ditemukan mati. Tanpa berunding dahulu sesuai perjanjian dengan pihak Rl, pada 9 November 1945 tentara Sekutu mengeluarkan suatu ultimatum (ancaman) yang sangat menusuk hati rakyat Indonesia.
“. . . Semua pimpinan dan orang-orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat-tempat yang telah ditentukan. Setanjutnya, menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas waktu ultimatum itu adalah pukul 06.00 tanggal 10 November 1945...”
Ultimatum yang menusuk perasaan itu tidak dihiraukan rakyat Surabaya, pecahlah pertempuran Surabaya pada 10 November 1945.
Serikat mengerahkan divisi India ke-5 beserta Brigade Mallaby, sehingga berjumlah 15.000 pasukan darat dibantu meriam-meriam kapal penjelajah Sussex dan beberapa kapal perusak serta pesawat-pesawat Mosquito dan Thunderbolt angkatan udara Inggris.
Dalam pertempuran tak seimbang ini sampai awal Desember, ribuan pejuang Indonesia gugur sebagai tumbal kemerdekaan. Itu sebabnya 10 November dianggap sebagai hari pahlawan yang mencerminkan pengorbanan seluruh bangsa Indonesia.
Soal Latihan Perkembangan Politik dan Ekonomi Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan Sampai Orde Baru
I. Berilah tanda silang (X) pada huruf di depan jawaban yang paling tepat!
1. Pemberontakan APRA dipimpin oleh....
a. Kartosuwiryo
b. Kapten Raymond Westerling
c. Andi Aziz
d. Aidit
2. Pemberontakan DI/TII pernah dicoba penyelesaiannya oleh ketua partai Masyumi yang bernama....
a. Mohammad Natsir.
b. Ali Akbar
c. Abdul Rajak
d. Mohamad Badawi
3. Partai-partai yang tampil sebagai empat besar dalam Pemilu 1955 adalah....
a. Golkar, PPP, PDI, PNI
b. PNI, MASYUMI, NU, PKI.
c. PNI, PDI, PKI, Golkar
d. PSII, PNI, MASYUMI, Golkar
4. Untuk memerangi pemberontakan yang dilakukan Andi Aziz, pemerintah mengirim pasukan di bawah pimpinan....
a. M. Simbolon
b. Kolonel Alex Kawilarang
c. Letkol. Lembong
d. Letkol Ahmad Husein
5. Kekuatan RMS dipusatkan di...
a. Pulau Buru
b. Ambon dan Seram
c. Tarakan
d. Mindanao
6. Pemberontakan RMS diketuai oleh....
a. Dr. Daud Yusuf
b. Westerling
c. Dr. Soumokil
d. M. Simbolon
7. Pemberontakan PRRI dipimpin oleh....
a. Kaharudin Nasution
b. A Husein
c. Jatikusumo
d. Jamin Ginting
8. Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk tanggal....
a. 5 Maret 1950
b. 20 Juni 1950
c. 15 Agustus 1950
d. 30 September 1950
9. Pemilu pertama dilaksanakan tahun....
a. 1950
b. 1952
c. 1954
d. 1955
10. Operasi permesta di bagian timur lebih sulit dibandingkan dengan di Sumatra. Hal ini karena....
a. Pasukan PERMESTA lebih berpengalaman
b. Persenjataan Permesta lebih baik.
c. Medannya tidak terlalu berat.
d. Sedikitnya pasukan operasi
II. Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1. Dalam pelaksanaan Demokrasi Liberal:
a. Apa yang menjadi penyebab ketidakstabilan dalam pelaksanaan Politik Dalam Negeri RI.
b. Mengapa Politik Luar Negeri pada masa itu dianggap berhasil? Beri penjelasan!
2. Apa akibat situasi yang tidak stabil ini bagi Pembangunan nasional? Beri penjelasan!
3. Jelaskan latar belakang yang menjadi penyebab :
a. Peristiwa DI/TII di berbagai tempat
b. APRA
c. Andi Azis
d. RMS
e. PRRI di Sumatera
f. PERMESTA di Sulawesi
4. Partai-partai mana yang tampil sebagai empat besar dalam Pemilu 1955
5. Berapa kabinet yang silih berganti memerintah dalam periode Demokrasi Liberal?
6. Mengapa rata-rata kabinet waktu itu hanya berumur 1 1/2 tahun saja?
7. Apa akibat dari situasi yang tidak stabil di bidang pemerintahan itu?
8. Apa sebab utama dari kegagalan Konstituante dalam menunaikan tugasnya?
9. Bagaimana akhirnya nasib konstituante itu?
10. Apa sisi Konsepesi Presiden yang disarankan Presiden kepada anggota-anggota Konstituante?
11. Bagaimana sikap anggota Konstituante menanggapi Konsepsi Presiden?
12. Apa isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959?
13. Sesuai isyarat UUD 1945, siapa/apa yang seharusnya menjadi pimpinan dalam konsep Demokrasi Terpimpin?
14. Dalam praktek pelaksanaannya yang dilaksanakan Bung Karno. Siapakah yang memimpin?
15. Tindakan pengacauan apa saja yang sempat dilakukan SM Kartosuwiryo di Jawa Barat?
16. Sejalan dengan peningkatan perjuangan untuk merebut Irian Barat tahun l961 di Jawa Barat dilaksanakan operasi apa? Siapa yang menjadi Panglima Divisi Siliwangi waktu itu ? Bagaimana hasil operasi tersebut? Operasi ini dilancarkan dalam rangka menjabarkan operasi yang lebih besar, yaitu operasi:....
17. Bagaimana akhir dari petualangan SM Kartosuwiryo tersebut?
18. Apa saja yang menjadi tuntutan APRA? Siapa pemimpinnya?
19. Di mana saja APRA melakukan pengacauan?
20. Siapa saja korban keganasan APRA di Bandung dan Sulawesi Selatan?
21. Apa tuntutan Andi Azis? Dimana dia memberontak?
22. Apa yang dilakukan Andi Azisdala mengawali petualangannya?
23. Apa usaha pemerintah dalam menumpas pemberontakan Andi Azis
24. Bagaimana berakhirnya pemberontakan A. Azis. Berikan penjelasanriya!
25. Apa peranan Letkol. Soeharto pada saat penumpasan pemberontakan Andi Azis? Beri penjelasan singkat!
1. Pemberontakan APRA dipimpin oleh....
a. Kartosuwiryo
b. Kapten Raymond Westerling
c. Andi Aziz
d. Aidit
2. Pemberontakan DI/TII pernah dicoba penyelesaiannya oleh ketua partai Masyumi yang bernama....
a. Mohammad Natsir.
b. Ali Akbar
c. Abdul Rajak
d. Mohamad Badawi
3. Partai-partai yang tampil sebagai empat besar dalam Pemilu 1955 adalah....
a. Golkar, PPP, PDI, PNI
b. PNI, MASYUMI, NU, PKI.
c. PNI, PDI, PKI, Golkar
d. PSII, PNI, MASYUMI, Golkar
4. Untuk memerangi pemberontakan yang dilakukan Andi Aziz, pemerintah mengirim pasukan di bawah pimpinan....
a. M. Simbolon
b. Kolonel Alex Kawilarang
c. Letkol. Lembong
d. Letkol Ahmad Husein
5. Kekuatan RMS dipusatkan di...
a. Pulau Buru
b. Ambon dan Seram
c. Tarakan
d. Mindanao
6. Pemberontakan RMS diketuai oleh....
a. Dr. Daud Yusuf
b. Westerling
c. Dr. Soumokil
d. M. Simbolon
7. Pemberontakan PRRI dipimpin oleh....
a. Kaharudin Nasution
b. A Husein
c. Jatikusumo
d. Jamin Ginting
8. Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk tanggal....
a. 5 Maret 1950
b. 20 Juni 1950
c. 15 Agustus 1950
d. 30 September 1950
9. Pemilu pertama dilaksanakan tahun....
a. 1950
b. 1952
c. 1954
d. 1955
10. Operasi permesta di bagian timur lebih sulit dibandingkan dengan di Sumatra. Hal ini karena....
a. Pasukan PERMESTA lebih berpengalaman
b. Persenjataan Permesta lebih baik.
c. Medannya tidak terlalu berat.
d. Sedikitnya pasukan operasi
II. Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1. Dalam pelaksanaan Demokrasi Liberal:
a. Apa yang menjadi penyebab ketidakstabilan dalam pelaksanaan Politik Dalam Negeri RI.
b. Mengapa Politik Luar Negeri pada masa itu dianggap berhasil? Beri penjelasan!
2. Apa akibat situasi yang tidak stabil ini bagi Pembangunan nasional? Beri penjelasan!
3. Jelaskan latar belakang yang menjadi penyebab :
a. Peristiwa DI/TII di berbagai tempat
b. APRA
c. Andi Azis
d. RMS
e. PRRI di Sumatera
f. PERMESTA di Sulawesi
4. Partai-partai mana yang tampil sebagai empat besar dalam Pemilu 1955
5. Berapa kabinet yang silih berganti memerintah dalam periode Demokrasi Liberal?
6. Mengapa rata-rata kabinet waktu itu hanya berumur 1 1/2 tahun saja?
7. Apa akibat dari situasi yang tidak stabil di bidang pemerintahan itu?
8. Apa sebab utama dari kegagalan Konstituante dalam menunaikan tugasnya?
9. Bagaimana akhirnya nasib konstituante itu?
10. Apa sisi Konsepesi Presiden yang disarankan Presiden kepada anggota-anggota Konstituante?
11. Bagaimana sikap anggota Konstituante menanggapi Konsepsi Presiden?
12. Apa isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959?
13. Sesuai isyarat UUD 1945, siapa/apa yang seharusnya menjadi pimpinan dalam konsep Demokrasi Terpimpin?
14. Dalam praktek pelaksanaannya yang dilaksanakan Bung Karno. Siapakah yang memimpin?
15. Tindakan pengacauan apa saja yang sempat dilakukan SM Kartosuwiryo di Jawa Barat?
16. Sejalan dengan peningkatan perjuangan untuk merebut Irian Barat tahun l961 di Jawa Barat dilaksanakan operasi apa? Siapa yang menjadi Panglima Divisi Siliwangi waktu itu ? Bagaimana hasil operasi tersebut? Operasi ini dilancarkan dalam rangka menjabarkan operasi yang lebih besar, yaitu operasi:....
17. Bagaimana akhir dari petualangan SM Kartosuwiryo tersebut?
18. Apa saja yang menjadi tuntutan APRA? Siapa pemimpinnya?
19. Di mana saja APRA melakukan pengacauan?
20. Siapa saja korban keganasan APRA di Bandung dan Sulawesi Selatan?
21. Apa tuntutan Andi Azis? Dimana dia memberontak?
22. Apa yang dilakukan Andi Azisdala mengawali petualangannya?
23. Apa usaha pemerintah dalam menumpas pemberontakan Andi Azis
24. Bagaimana berakhirnya pemberontakan A. Azis. Berikan penjelasanriya!
25. Apa peranan Letkol. Soeharto pada saat penumpasan pemberontakan Andi Azis? Beri penjelasan singkat!
Peristiwa Pergolakan Daerah Pada Masa Demokrasi Liberal
Masa Demokrasi Liberal memang merupakan masa kacau di bidang keamanan. Puncak krisis keamanan ini terjadi ketika daerah-daerah bergolak, sebagai cerminan ketidakpuasan daerah terhadap kebijaksanaan pusat, terutama dalam hal perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Pemberontakan PRRI dan PERMESTA yang kemudian terjadi, meledak di saat-saat terjadinya pergolakan politik di ibu kota, antar pihak yang pro dan kontra terhadap “Konsepsi Presiden.”
Saat itulah di daerah, berdiri dewan-dewan yang dimulai di Sumatera, seperti:
1) Dewan Banteng, di Sumatera Tengah, pimpinan Letkol. Achmad Husein pada tanggal 20 Desember 1956.
2) Dewan Gajah di Sumatera Utara, pimpinan Kolonel M. Simbolon, pada tanggal 22 Desember 1956.
3) Dewan Garuda di Sumatera Selatan, pimpinan Letkol. Barlian.
4) Dewan Manguni di Manado, pimpinan Letkol. Vence Sumual 15 Februari 1957, dan kemudian pada tanggal 2 Maret 1957 mengikrarkan perjuangan Semesta.
Pertentangan antara Pusat dan Daerah berpokok pangkal pada persoalan :
1) Otonomi Daerah
2) Perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah
Tanggal 9 Januari 1958 dalam pertemuan di Sungai Dareh (Sumatera Barat) dibicarakan soal pembentukan pemerintahan baru dan hal-hal lain yang berhubungan dengan itu. Tanggal 10 Februari 1958 dalam rapat raksasa di Padang. Letnan Kolonel Achmad. Husein mengumumkan suatu ultimatum kepada Pemerintah Pusat:
1) Kabinet Juanda dalam waktu 5 x 24 jam hams menyerahkan mandatnya kepada Presiden, atau Presiden mencabut mandat Juanda.
2) Presiden menugaskan Drs. mohammad Hatta dan Sultan Hamengkubuwono untuk membentuk “Zaiken Kabinet” (Kabinet Akhli).
3) Meminta kepada Presiden agar kembali kepada kedudukannya sebagai Presiden Konstitusional.
Ketika ultimatum ditolak, A. Husein memproklamasikan berdirinya PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) pada tanggal 15 Februari 1958, dan segera membentuk Kabinet, pimpinan PM. Syafruddin Prawiranagara. Proklamasi PRRI disambut di Indonesia bagian Timur, yang menyatakan putus dengan pemerintahan Pusat, dan mendukung PRRI. Gerakan di Sulawesi (ini dikenal dengan sebutan Gerakan Permesta (Piagam Perjuangan Semesta).
Pada tanggal 11 Februari 1958 dengan restu Ir. Soekarno, Kabinet Juanda, memutuskan:
1) Menolak ultimatum. Memecat dengan tidak hormat: Letkol. A, Husein, Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Dachlan Jambek, dan Kolonel Simbolon. Kodam Sumatera Tengah dibekukan dan langsung ditempatkan di bawah KSAD.
2) Untuk tidak membiarkannya berlarut-larut dan menyelesaikannya secara militer.
3) Operasi Tegas dilancarkan pimpinan Letkol. Kaharuddin Nasution, dengan sasaran menguasai Riau, agar terhindar dari campur tangan asing, maka pada 12 Maret 1958 Pakanbaru dikuasai.
Operasi 17 Agustus, pimpinan Kolonel Achmad Yani, untuk mengamankan daerah Sumatera Barat. Pada tanggal 17 April 1958 kota Padang dikuasai. Kemudian, 4 Mei 1958 kota Bukittinggi dikuasai. Operasi Saptamarga dilancarkan, pimpinan Brigjen. Jatikusumo, untuk menguasai Sumatera Utara. Operasi Sadar dilancarkan untuk menguasai Sumatera Selatan di bawah pimpinan Letkol. Ibnu Sutowo.
Dengan operasi-operasi itu, satu per satu tokoh pemberontak menyerahkan diri tanggal 29 Mei 1961 A. Husein menyerah dan melaporkan diri bersama anak buahnya. Tindakannya disusul tokoh-tokoh lainnya,baik sipil maupun militer.
Banyak di antara tokoh yang tinggal di daerah PRRI masih tetap setia kepada Pemerintah seperti : Komisaris Polisi Kaharuddin Datuk Rangkayo Basa, Mayor Nurmathias, dari Sumatera Barat. Kemudian Letkol Jamin Ginting dan Wahab Makmur di .Sumatera Utara, dan Letkol. Harun Kohar di Sumatera Selatan.
Gambar 13.15 Operasi Militer 17 Agustus di Sumatra Barat dibawah pimpinan Kolonel Ahmad Yani. Sumber: 30 Thn Ind Merdeka
Untuk menumpas Gerakan PERMESTA, dilancarkanlah suatu operasi gabungan Operasi Merdeka pimpinan Letkol. Rukminto Hendraningrat, dengan rencana operasi sebagai berikut:
1) Operasi Saptamarga I, pimpinan Letkol. Sumarsono, dengan rencana sasaran: Sulawesi Utara bagian Tengah
2) Operasi Saptamarga II,- pimpinan Letkol. Agus Pramono, dengan sasaran, Sulawesi Utara bagian Selatan
3) Operasi Saptamarga III, pimpinan Letkol. Magenda, sasaran pulau-pulau disebelah Utara Manado
4) Operasi Saptamarga IV, pimpinan Letkol. Rukminto, sasarannya Sulawesi Utara
5) Operasi Mena I, pimpinan LetkolPieters, dengan sasaran Jailolo.
6) Operasi Mena II, pimpinan Letkol (KKO) Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai, di sebelah utara Halmahera.
7) Sebelum operasi-operasi di atas, diadakan operasi pendahuluan, oleh satuan-satuan yang tergabung dalam Operasi Insyaf. Mereka dikoordinasikan oleh Komando Antar Daerah Indonesia Bagian Timur (KOANDAIT), termasuk kesatuan-kesatuan yang masih setia kepada Pemerintah, dipimpin Kapten Frans Karangan, dan, Kesatuan Polisi, pimpinan Inspektur Polisi Suaeb. Operasi Insyaf telah berhasil menguasai Donggala, dan Parigi, sedang kesatuan-kesatuan lainnya pimpinan Nani Wartabone (pasukan rimba) berhasil menyiapkan pancangan kaki bagi pasukan Operasi Saptamarga II di Gorontalo.
Semua operasi di timur ini lebih berat dibandingkan dengan di Sumatera. Hal ini karena:
a) Persenjataan PERMESTA lebih baik,
b) Keadaan medan menguntungkan pemberontak.
Walaupun begitu, pasukan Pemerintah akhirnya bisa menguasainya. Dengan demikian pada pertengahan tahun 1961, sisa-sisa pasukan PERMESTA menyerahkan diri, memenuhiSeruan Pemerintah, sehingga keamanan dapat dipulihkan sepenuhnya.
Peristiwa Republik Maluku Selatan (RMS : 25 April 1950)
Peristiwa ini terjadi di Maluku, dan niempergunakan anggota-anggota KLI KNIL yang melarikan diri dari Makasar. Pada tanggal 25 April 1950, Dr. Soumokil mengumumkan proklamasi Negara Republik Maluku Selatan lepas dari NIT. Dalam tahap persiapannya Dr. Soumokil berhasil mengumpulkan pasukan KNIL dan Baret Hijau yang terlibat pemberontakan Andi Azis, ke Ambon. Itulah tulang punggung pasukan RMS.
Mula-mula dikirim misi damai ke Ambon, pimpinan Dr. J. Leimena, akan tetapi tidak membawa hasil.
Kareria tidak membawa hasil, segera diputuskan untuk menumpasnya secara militer. Kembali Kolonel Kawilarang ditunjuk Pemerintah untuk memimpin-ekspedisi. Pada tanggal 14 Juli 1950 ekspedisi mendarat di Laha (Pulau Buru dilindungi korvet Vatiunus karena kurang mengenal medan. Dengan susah payah mereka berhasil menguasai pulau Buru.
Sasaran berikutnya adalah Ambon danSeram, di sinilah kekuatan RMS dipusatkan. Walaupun banyak membawa korban, akhimya Seram dikuasai. Serangan diteruskan ke Ambon, tempat beradanya benteng Victoria yang kokoh. Pertempuran-pertempuran sengit segera terjadi dan membawa banyak korban dari kedua pihak, antara lain Letkol. Slamet Riyadi yang gugur tertembak seketika.
Setelah Ambon jatuh, sisa-sisa gerombolan melarikan diri ke hutan-hutan. Pada 2 Desember l963 Dr.Soumokil berhasil ditangkap di Pulau Seram. Pada tanggal 21 April 1964, ia diadili oleh Mahkamah Militer Luar Biasa, dan dijatuhi hukuman mati.
Meskipun di dalam negeri, RMS telah berhasil dimusnahkan, tetapi pelarian-pelariannya di Luar Negeri pimpinan serta serdadu-serdadu KNIL yang pulang ke negerinya, masih saja meneruskan petualangannya.
Peristiwa Andi Azis (5 April 1950) di Makasar
Kebijakan pemerintah pusat membentuk APRIS ditentang pula di Makasar. Tokoh pemberontaknya bernama Andi Aziz. Ia adalah seorang Letnan Ajudan Wali Negara Indonesia Timur. Andi Aziz beserta beberapa temannya bekas anggota KNIL diterima masuk APRIS dan diangkat sebagai komandan kompi dengan pangkat Kapten.
Namun, Andi Aziz memanfaatkan pengangkatan dirinya untuk melakukan pembrontakan. Ia berhasil menawan pejabat panglima teritorium Indonesia Timur yang bernama Letnan Kolonel Achmad Yunus Mokoginta dengan seluruh stafnya. Pemberontakan itu terjadi pada tanggal 5 April 1950 di Makassar.
Andi Azis menuntut supaya pasukan APRIS bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di daerah Negara Indonesia Timur. Bahkan, ia pun menyatakan bahwa Negara Indonesia TImur harus tetap berdiri.
Menghadapi pemberontakan itu, pemerintah RIS segera mengambil tindakan. Pemerintah memberi ultimatum kepada Andi Aziz untuk segera menghadap ke Jakarta. Namun, Andi Aziz tidak mengindahkan perintah itu. Karena tidak mau datang, pemerintah mengirim ekspedisi pasukan di bawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang, yang pernah menjabat sebagai panglima Siliwangi. Ekspedisi pimpinan A. Kawilarang terdiri dari ketiga angkatan, ditambah dari kepolisian. Didahului oleh Batalon Worang yang telah mendarat di Jeneponto tanggal 18 April 1950, seluruh pasukan ekspedisi berhasi didaratkan pada tanggal 26 April 1950.
Akhirnya, terjadilah pertempuran hebat antara APRIS dan KNIL. Pasukan Pemerintah berhasil mengepung dan menguasai Makasar, sehingga Andi Aziz menyerahkan diri pada bulan April 1950. Namun, pertempuran berlanjut hingga bulan Agustus 1950. Akhirnya, pasukan KNIL berhasil dipukul mundur. Mereka meminta untuk berunding. Namun, permintaan itu tidak dipenuhi. KNIL harus meninggalkan kota Makassar atau akan dihancurkan sama sekali.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Kapten Andi Azis pada tahun 1953 dihadapkan ke muka Pengadilan Militer Yogyakarta yang menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara.
Peristiwa Angkatan Perang Ratu Adil (APRA 23 Januari 1950) di Bandung
Dalam kebijakan pemerintah pusat membentuk APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat), terjadi pertentangan di beberapa daerah. Salah satunya di Bandung. Peristiwa ini seolah-olah merupakan “bom waktu” yang diciptakan Belanda melalui KMB. Ini terbukti dari tuntutan sebuah angkatan perang yang bernama Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) kepada RIS dan Negara Pasundan, agar Negara Pasundan tidak dibubarkan. Kemudian, APRA yang beranggotakan bekas “KNIL” berkehendak agar diakui sebagai Angkatan Perang Negara Pasundan, bukan Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat.
Tentu saja, tuntutan tersebut tidak dihiraukan oleh pemerintah RIS. Hal tersebut menimbulkan kemarahan APRA. Pada tanggal 23 Januari 1950, mereka melancarkan serangan terhadap kota Bandung. Gerombolan itu dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling. Ia sebelumnya telah melakukan gerakan pembunuhan masal terhadap rakyat Sulawesi Selatan.
Tiba-tiba saja, sepasukan tentara APRA memasuki Jl. Braga, dan menembaki orang-orang yang sedang belanja, terutama sasarannya adalah anggota-anggota TNI.
Mereka membunuh dan merampok harta benda rakyat, dan membunuh.anggota TNI yang sedang berbelanja. Korban banyak yang berjatuhan, antara lain Letkol. Lembong. Setelah mereka membunuh dan merampok, mereka menghilang begitu saja. Mungkin kembali ke markasnya.
Yang menjadi sasaran mereka adalah Markas Siliwangi, yang sekarang dipergunakan Museum Perjuangan Mandala Wangsit Siliwangi. Pada saat akan memasuki markasnya, tiba-tiba saja Letnan Kolonel Lembong dihujani peluru. Ia gugur seketika. Untuk menghormatinya jalan tempat markas Siliwangi berada oleh Pemerintah Daerah diberi nama Jalan Lembong.
Peristiwa Pemberontakan DI/TII
Peristiwa ini diawali suatu proklamasi oleh Sekarnaji Marijan Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1948. Selanjutnya, dalam bab ini kita akan membahas tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi tingkah laku SM. Kartosuwiryo.
Pendekatan tidak resmi yang dilakukan Ketua Partainya (Masyumi), malah dijawab dengan Proklamasi pada tanggal 7 Agustus 1949. Di bulan September, sekali lagi Mohammad Natsir mengajaknya untuk kembali ke pangkuan Pertiwi, tetapi tidak membawa hasil apa-apa. Pengacauan mulai dilakukan di Jawa Barat melalui teror, perampokan dan pembunuhan.
Karena Pemerintah mulai meningkatkan perjuangan untuk merebut Irian Barat, maka operasi-operasi penumpasan gangguan keamanan di dalam negeri mulai ditingkatkan; Dilancarkanlah di Jawa Barat “Operasi Pagar Betis”, suatu operasi yang melibatkan seluruh rakyat, untuk mempersempit ruang gerak gerombolan Kartosuwiryo.
Operasi pagar betis membawa hasil. Satu per satu anak buah serta pemimpinnya, menyerahkan diri bersama senjatanya. Pada, tanggal 4 Juni 1962, SM. Kartosuwiryo yang telah ditinggalkan sebagian besar anak buahnya tertangkap beserta keluarganya, di atas Gunung Geber, daerah Paseh Majalaya, dalam keadaan sakit. Operasi Pagar betis, dilancarkan pasukan Siliwangi dalam rangka “Operasi Bharayudha.”
Setelah sembuh dari sakitnya, SM. Kartosuwiryo diajukan ke muka Mahkamah Angkatan Darat dalam keadaan perang, dan pada tanggal 16 Agustus 1962 dijatuhi hukuman mati. Berakhirlah pemberontakan DI/TII di Jawa Barat.
Gambar 3.18. Sekarmadji Marijan Kartosuwirjo ditangkap hidup-hidup di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat, pada tanggal 4 Juni 1962. Sumber: 30 Thn Ind Merdeka
c. Penumpasan NII/TII di tempat lain
1) Di Jawa Tengah dilancarkan operasi “Gerakan Banteng Negara” dan satuan-satuan Diponegoro tahun 1950 pimpinan Kolonel Sarbini, kemudian Letkol Bachrum dan akhimya Letkol. A.Yani.
2) Di Kebumen, “Operasi Guntur” dilancarkan tahun 1954, dan anggota-anggota NII dapat dicerai-beraikan.
3) Di Sulawesi, misi militer pimpinan Kol. Kawilarang baru pada bulan Februari 1965 dapat menyergap dan menembak mati Kahar Muzakkar, dan gerakannya ditumpas habis.
4) Di Aceh, atas inisiatif Kolonel Yasin, Pangdam I bukit barisan diadakan “Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh” yang didukung rakyat dan Pemerintah Daerah Aceh, sehingga pemberontakan bisa diselesaikan melalui musyawarah.
dampak persoalan hubungan pusat-daerah, persaingan ideologis, dan pergolakan sosial politik lainnya terhadap kehidupan politik nasional dan daerah sampai awal tahun 1960-an
Perubahan kebijakan di bidang politik yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diharapkan dapat memperkuat negara RI. Namun, dalam masa transisi itu tidak sedikit terjadi pertentangan.
1. Latar Belakang Ketidakstabilan Politik
Masa antara 1950-1959 ini akan kita bagi menjadi dua masa, yaitu: masa sebelum Pemilu (1950-1955) dan masa sesudah Pemilu (1955-1959).
Dalam masa sebelum Pemilu, ada 4 kabinet berganti-ganti memerintah:
a. September 1950 - Maret 1951 : Kabinet M. Natsir.
b. April 1951 - Februari 1952 : Kabinet Sukiman.
c. April 1952-Juni 1953 : Kabinet Wilopo
d. Juli 1953 -Juli 1955 : Kabinet Ali Sastroamijoyo.
Keempat kabinet hanya berumur rata-rata 1 tahun. Bisakah dalam waktu satu tahun menjalankan semua programnya? Kalau golongan oposisi dalam parlemen kuat seringkali biasanya berakibat jatuhnya kabinet. Demikianlah yang terjadi pada periode 1950-1955.
Kalau sebelum Pemilu Masyumi dan PNI adalah 2 partai terbesar, maka sesudah Pemilu muncul dua kekuatan baru yaitu Nahdatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI), sehingga dari hasil Pemilu muncullah empat besar : PNI, MASYUMI, NU, PKI.
Dalam masa demokrasi liberal ini, biasanya kabinet merupakan “ koalisi” dari partai-partai besar, sedangkan partai-partai oposisi dalam parlemen merupakan gabungan dari partai-partai yang tidak ikut memerintah. Apabila partai-partai besar sebagian besar tidak ikut duduk dalam pemerintahan, dengan mudah pemerintah (kabinet) dijatuhkan oposisi dalam parlemen. Sesudah Pemilu, tampil dalam pemerintahan 3 kabinet:
a. Agustus 1955 - Maret 1956 Kabinet Burhanuddin Harahap.
b. Maret 1956 - Maret 1957 Kabinet Ali Sastroamijoyo II.
c. Maret 1957 -Juli 1959 Kabinet Juanda.
Menurut para peninjau asing, Pemilu 1955 ini berlangsung bersih sesuai aturan permainan yang berlaku dalam sistem demokrasi barat. Tetapi apa yang terjadi sesudah Pemilu itu? Ternyata, pemerintahan masih tetapi tidak stabil. Dalam 4 tahun saja (1955-1959) terbentuk 3 kabinet. Jadi, rata-rata usianya hanya sekitar 4 tahun saja.
Demokrasi Liberal, dengan ciri khasnya partai oposisi, tidak cocok dengan kondisi budaya politik orang-orang Indonesia. Fungsi kontrol partai oposisi berubah menjadi bagaimana caranya menjatuhkan kabinet?
Maka pada acara Sumpah Pemuda 28 Oktober 1957 Presiden Soekarno menyatakan bahwa segala kesulitan yang dihadapi Negara pada waktu itu, bersumber dari terlalu banyaknya partai politik, sehingga merusak persatuan bangsa. Oleh karena itu, ada baiknya partai-partai dibubarkan.
2. Timbulnya Berbagai Pemberontakan
Pemberontakan timbul akibat adanya terjadi tarik menarik kepentingan masing-masing. Perubahan kebijakan politik oleh pemerintah pusat mendapat bantahan dari sebagian orang. Timbullah pemberontakan-pemberontakan di beberapa daerah.
alasan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan pengaruh yang ditimbulkannya
Konstituante adalah Dewan Penyusun Konstitusi (Undang-Undang Dasar), sebagai hasil dari pemilu tahun 1955. Konstituante memulai sidangnya pada tanggal 10 Nopember 1956. Setelah 2 tahun bersidang, belum juga berhasil menunaikan tugasnya yaitu menghaslikan suatu Undang-Undang Dasar.
1. Alasan Dikeluarkannya Dekrit Presiden
Kegagalan konstituante dalam menyusun UUD menjadi alasan dikeluakannya Dekrit Presiden. Kegagalan tersebut disebabkan sidang konstituante berlangsung dalam keadaan negara diliputi awan kelabu, karena terjadinya pergolakan-pergolakan di daerah.
Sementara itu dilingkungan masyarakat pendapat-pendapat yang ingin kembali ke UUD 1945, semakin kuat. Petisi dan demonstrasi dilancarkan di mana-mana, yang menuntut agar UUD 1945 dinyatakan berlaku lagi.
Dalam suasana demikian, Presiden Soekarno pada tanggal 25 April 1959 menyampaikan amanat di hadapan sidang konstituante, dan mengajukan konsepsinya, yang berisi : “. . . anjuran untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Anjuran itu disampaikan setelah hampir 2 1/2 tahun, Konstituante tidak berhasil menyusun UUD. Akhimya, pada tanggal 30 Mei 1959 dilangsungkan pemungutan suara, setuju atau menolak anjuran Presiden Soekarno. Pemungutan suara pun tidak berhasil membuat keputusan, karena suara yang setuju dan yang menolak hanya berselisih sedikit, sehingga tidak mencapai jumlah 2/3 suara dari suara yang mutlak hadir.
Sementara itu, bertepatan dengan keluarnya larangan kegiatan politik dari Penguasa Perang Pusat No. PRT/PEPERPU/040/59 konstituante mengadakan reses pada 3 Juni 1959. Kemudian, berbagai fraksi dalam konstituante berturut-turut menyatakan tidak akan menghadiri sidang konstituante lagi. Maka gagallah konstituante hasil pemilihan umum, untuk menetapkan UUD yang akan dipergunakan.
Konstituante gagal dalam dua hal:
1. menyusun dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
2. mengambil keputusan dalam menjawab anjuran Presiden untuk kembali mempergunakan UUD 1945.
Padahal sejak sidangnya pertama (10 November 1956) sampai keluarnya konsepsi presiden (April 1959) telah memakan waktu 3 tahun. Atas dasar pertimbangan itulah, akhimya Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan “Dekrit Presiden” yang berisi:
a. ketetapan berlakunya kembali UUD 1945, dan tidak berlakunya UUD(S) 1950.
b. ketetapan tentang pembentukan MPR(S).
c. tentang pembentukan DPA (S)
Dalam konsideransnya, Presiden dan Pemerintah berkeyakinan, bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai UUD 1945, dan merupakan rangkaian kesatuan dengan konstitusi itu.
2. Pelaksanaan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Setelah Undang-undang Dasar 1945 ditetapkan sebagai Undang-undang Dasar RI, pada tanggal 10 Juli 1959, Perdana menteri Djuanda menyerahkan kembali mandat Kabinet Karya kepada Presiden Sukarno.
a. Membentuk kabinet kerja
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Presiden membentuk Kabinet Kerja. Presiden bertindak sebagai Perdana Menteri sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Ir. Juanda diangkat sebagai Menteri Pertama.
Program kabinet kerja ini adalah:
Pertama : keamanan .
Kedua : pembebasan Irian Barat
Ketiga : sandang - pangan
Gambar 3.14 Presiden Soekarno kemudian membentuk Kabinet Kerja dengan Presiden sebagai Perdana Menteri, pada tanggal 10 Juli 1959. Pada gambar tampak Ir. Djuanda sedang dilantik sebagai Menteri Pertama dalam Kabinet Kerja. Sumber: 30 Thn Ind Merdeka.
b. Pembentukan MPR(S)
Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan Dekrit Presiden, maka melalui Penetapan Presiden No. 2 tahun 1959 dibentuklah Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), yang anggota-anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden yang hams memenuhi persyaratan sebagai berikut.
Pertama : Setuju kembali ke UUD 1945
Kedua : Setia kepada perjuangan RI dan
Ketiga : Setuju dengan Manifesto Politik.
Keanggotaan MPR terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dari Daerah dan wakil-wakil golongan. Menurut Penpres No. 12 tahun 1959 keanggotaan MPRS terdiri atas :
1) 261 orang anggota DPR
2) 94 orang utusan Daerah
3) 200 orang wakil golongan karya
Dalam Penpres no 12 itu, juga ditetapkan tugas MPRS, yaitu menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara Penetapan Presiden No.12 tahun 1959 ini sama dengan pasal 2 UUD 1945.
Gambar 13.5 Pelantikan anggota DRP hasil Pemilihan Umum menjadi anggota DPR berdasarkan UUD 1945 oleh Presiden Soekarno di Istana Merdeka pada tanggal 23 Juli 1959. Sumber: 30 Thn Ind Merdeka.
c. Pembentukan DPA(S)
Badan lain yang dibentuk adalah Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Badan ini dibentuk dengan Penpres No. 3-tahun 1959, dengan jumlah anggota 45 orang, terdiri dari:
1) 12 orang wakil golongan politik
2) 8 orang utusan / wakil daerah
3) 24 orang wakil golongan karya
4) 1 orang wakil ketua
Tugasnya memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul kepada Pemerintah (pasal 16 ayat 2 UUD 1945) DPA dilantik 15-08-1959.
Kemudian, Presiden melantik pula Ketua dewan Perancang Nasional, Mr. Mohammad Yamin, dan Ketua Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara, Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Gambar 13.7 Presiden melantik Mr. Moh. Yamin dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
berbagai peristiwa yang berhubungan dengan Pemilihan Umum 1955 di tingkat pusat dan daerah
1. Persiapan Pemilihan Umum (Pemilu) 1
Setiap kabinet berumur sangat singkat, setiap kali pula program Pemilu tak dapat dilaksanakan. Baru pada tahun 1955, di masa Kabinet Burhanuddin Harahap, pemilu pertama ini dapat diselesaikan. Pada tanggal 29 September 1955 adalah pemilihan anggota-anggota DPR. Pada tanggal 15 Desember 1955 pemilihan untuk anggota-anggota Konstituante.
Dalam pelaksanaannya, Indonesia dibagi dalam 16 daerah pemilihan, yang meliputi 208 daerah Kabupaten, 2.139 kecamatan, dan 43.429 desa. Dengan perhitungan setiap 300.000 penduduk diwakili 1 orang wakil, maka DPR akan berjumlah 272 orang, sedang anggota konstituante 542 orang.
2. Hasil-Hasil Pemilu I
Dari Pemilu pertama ini, muncul 4 besar pemenang, yaitu: PNI, MASYUMI, NAHDATUL ULAMA (NU), dan PKI. Karena terlalu banyaknya Partai Politik, organisasi, dan perorangan yang ikut Pemilu, maka DPR terdiri dari banyak fraksi, yang susunannya adalah sebagai berikut:
1. Fraksi Masyumi 60 anggota.
2. Fraksi PNI 58 anggota.
3. Fraksi NU 47 anggota.
4. Fraksi PKI 32 anggota
5. Fraksi-fraksi kecil lainnya 75 anggota
272 anggota
Gambar 13.3. Tanda-tanda gambar pada Pemilihan Umum Pertama tahun 1955 yang diikuti oleh puluhan partai, organisasi dan perorangan. Sumber: 30 Thn Ind Merdeka.
alasan dan proses kembalinya Republik Indonesia sebagai negara kesatuan
1. Alasan Kembalinya Republik Indonesia Sebagai Negara Kesatuan
Telah disadari oleh bangsa Indonesia bahwa bangsa Indonesia dapat mencapai cita-citanya karena adanya persatuan. Oleh karena itu, rakyat Indonesia berkeinginan untuk kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keinginan untuk kembali ke Negara kesatuan dilancarkan rakyat Indonesia di mana-mana. Usaha-usaha ke arah itu semakin meningkat ketika di berbagai daerah terjadi demonstrasi-demonstrasi dan pemogokan-pemogokan untuk menyatakan keinginannya bergabung dengan RI di Jogyakarta.
Menghadapi gerakan-gerakan ini Belanda kadang-kadang mengambil tindakan keras dengan mengadakan penangkapan-penangkapan. Rakyat di kota Bandung berdemonstrasi di depan parlemen Negara Pasundan, menuntut pembubaran negara pasundan dan penyatuan kembali dengan Pemerintah RI di Jogyakarta. Demikian pula yang terjadi di Jawa Timur.
2. Proses Terbentuknya Negara Kesatuan Republik- Indonesia (NKRI)
Penggabungan daerah yang satu ke daerah yang lain secara konstitusional dimungkinkan oleh pasal 43 dan 44 konstitusi RIS, antara lain:
a. disetujui oleh rakyatnya.
b. diatur dengan undang-undang.
Karena itu pada tanggal 8 Maret 1950 pemerintah RIS dengan persetujuan Parlemen dan Senat mengeluarkan Undang-Undang Darurat No. 11/1950 tentang tata cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS.
Berdasarkan Undang-Undang Darurat tersebut berturut-turut negara-negara bagian RIS menggabungkan diri dengan Pemerintah Rl. di Jogyakarta, sehingga pada tanggal 5 April 1950 negara bagian RIS hanya tinggal Rl, Negara Sumatera Timur dan Negara Indonesia Timur.
Atas desakan Rakyat masing-masing negara tersebut, pemerintah Rl menganjurkan kepada RIS, agar diadakan perundingan dengan NIT dan Negara Sumatera Timur, mengenai pembentukan kembali Negara Kesatuan.
Karena itulah pada tanggal 13 Mei 1950 Perdana Menteri RIS Mohammad Hatta memimpin Konferensi Segitiga antara RIS - NIT - Negara Sumatera Timur, yang menghasilkan bahwa RIS mendapat kuasa penuh untuk berunding dengan Rl.
Gambar 13.2 Perdana Menteri Drs. Moh Hatta Memimpin Konferensi. Sumber: 30 Thn Ind Merdeka
Selanjutnya diselenggarakan perundingan antara RIS dengan Rl, yang menghasilkan. “Piagam Persetujuan” yang ditandatangani tanggal 19 Mei 1950, berisi kesepakatan kedua negara,untuk :
a. Membentuk suatu negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945.
b. Menyusun Undang-Undang Dasar NKRI yang memuat prinsip-prinsip pokok UUD 1945 dan bagian-bagian yang baik dari Konsitusi RIS.
Kemudian BPKNIP menyetujui rancangan UUD NKRI. (12 Agustus 1950), demikian juga Parlemen dan Senat - RIS mengesahkannya pada tanggal 14 Agustus 1950.
Akhirnya, dalam rapat gabungan Parlemen dan Senat RIS tanggal 15 Agustus 1950, Presiden Soekarno membacakan Piagam terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hari itu juga Ir. Soekarno terbang ke Yogyakarta untuk menerima kembali jabatan Presiden RI dari tangan Acting (Pemangku Sementara) Presiden RI, Assaat, setelah sebelumnya Drs. Mohammad Hatta menyerahkan mandat sebagai Perdana Menteri RIS kepada Presiden RIS Ir. Soekarno di Jakarta. Dengan terbentuknya NKRI pada 15 Agustus 1950, tamatlah riwayat RIS hasil KMB itu.
SOAL LATIHAN Peristiwa G30S PKI dan Perkembangan Sosial, Ekonomi, Politik, Masa Orde Baru
I. Berilah tanda silang (X) pada huruf di depan jawaban yang paling tepat!
1. Yang menjadi korban G30S PKI adalah....
a. enam perwira tinggi angkatan darat.
b. tujuh perwira tinggi angkatan darat.
c. delapan perwira tinggi angkatan darat.
d. sembilan perwira tinggi angkatan darat.
2. Pelaku utama G30S PKI adalah....
a. Letkol Shobur b. Letkol Untung
c. Umar Dhani d. Westerling
3. G 30 S/PKI mengambit alih studio RRI Pusat dan Kantor PN Telekomunikasi dengan tujuan untuk....
a. menjadikannya markas.
b. menyiarkan isu fitnah.
c. tempat introgasi perwira yang diculik.
d. melatih pasukannya.
4. Untuk mengatasi situasi genting ini Panglima Kostrad (Komando Strategi Angkatan Darat)segera bertindak cepat.Yang menjadi Pangkostrad waktu itu adalah....
a. AH. Nasution b. M. Yusuf
c. Umar Wirahadi d. Umar Dhani
5. Yang ditugaskan untuk merebut kembali RRI dan Kantor Pusat Telekomunikasi adalah....
a. M. Yusuf b. Umar Wirahadikusumah
c. Umar Dhani d. Sarwo Edhi Wibowo
6. Dalam menumpas Gerakan Kudeta, pasukan yang dipergunakan Pangkostrad adalah....
a. RPKAD b. Batalyon 454/Diponegoro
c. Yon Zipur d. Marinir
7. Yang membantu menemukan tempat pembuangan perwira tinggi adalah....
a. masyarakat.
b. anjing pelacak
c. polisi yang berhasil lolos dari penyiksaan
d. pembelot.
8. Asean dibentuk pada tanggal....
a. 17 Agustus 1967 b. 8 Agustus 1967
c. 17 September 1967 d. 8 Septembr 1967
9. Penandatanganan Deklarasi permbentukan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara dilakukan di....
a. Jakarta b. Kuala Lumpur
c. Bangkok d. Pilifina.
10. Landasan idil pembangunan Indonesia adalah....
a. Undang-undang b. GBHN
c. PERDA d. Pancasila
II. Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1. Apa yang menjadi hakekat Pembangunan Nasional Indonesia?
2. Apa tujuan Pembangunan Nasional Indonesia?
3. Sesuaikan pelaksanaan Program Pembangunan Nasional Indonesia ini dengan Tritura? Beri penjelasan!
4. Apa yang menjadi landasan Pembangunan Nasional Indonesia?
5. Apa saja yang menjadi modal dasar Pembangunan Nasional Indonesia?
6. Sebutkan dua tujuan REPELITA!
7. Sebutkan tahap-tahap Pembangunan Nasional Indonesia!
8. Sebutkan pula sasaran-sasaran Pembangunan Nasional Indonesia pada setiap tahap pembangunan!
9. Setelah RRI dan PN Telekomunikasi dikuasai kembali apa yang diumumkan Pangkostrad melalui Radio RRI?
10. Setelah RRI dan PN Telekomunikasi dikuasai daerah mana yang perlu segera dibebaskan? Apa alasannya?
1. Yang menjadi korban G30S PKI adalah....
a. enam perwira tinggi angkatan darat.
b. tujuh perwira tinggi angkatan darat.
c. delapan perwira tinggi angkatan darat.
d. sembilan perwira tinggi angkatan darat.
2. Pelaku utama G30S PKI adalah....
a. Letkol Shobur b. Letkol Untung
c. Umar Dhani d. Westerling
3. G 30 S/PKI mengambit alih studio RRI Pusat dan Kantor PN Telekomunikasi dengan tujuan untuk....
a. menjadikannya markas.
b. menyiarkan isu fitnah.
c. tempat introgasi perwira yang diculik.
d. melatih pasukannya.
4. Untuk mengatasi situasi genting ini Panglima Kostrad (Komando Strategi Angkatan Darat)segera bertindak cepat.Yang menjadi Pangkostrad waktu itu adalah....
a. AH. Nasution b. M. Yusuf
c. Umar Wirahadi d. Umar Dhani
5. Yang ditugaskan untuk merebut kembali RRI dan Kantor Pusat Telekomunikasi adalah....
a. M. Yusuf b. Umar Wirahadikusumah
c. Umar Dhani d. Sarwo Edhi Wibowo
6. Dalam menumpas Gerakan Kudeta, pasukan yang dipergunakan Pangkostrad adalah....
a. RPKAD b. Batalyon 454/Diponegoro
c. Yon Zipur d. Marinir
7. Yang membantu menemukan tempat pembuangan perwira tinggi adalah....
a. masyarakat.
b. anjing pelacak
c. polisi yang berhasil lolos dari penyiksaan
d. pembelot.
8. Asean dibentuk pada tanggal....
a. 17 Agustus 1967 b. 8 Agustus 1967
c. 17 September 1967 d. 8 Septembr 1967
9. Penandatanganan Deklarasi permbentukan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara dilakukan di....
a. Jakarta b. Kuala Lumpur
c. Bangkok d. Pilifina.
10. Landasan idil pembangunan Indonesia adalah....
a. Undang-undang b. GBHN
c. PERDA d. Pancasila
II. Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1. Apa yang menjadi hakekat Pembangunan Nasional Indonesia?
2. Apa tujuan Pembangunan Nasional Indonesia?
3. Sesuaikan pelaksanaan Program Pembangunan Nasional Indonesia ini dengan Tritura? Beri penjelasan!
4. Apa yang menjadi landasan Pembangunan Nasional Indonesia?
5. Apa saja yang menjadi modal dasar Pembangunan Nasional Indonesia?
6. Sebutkan dua tujuan REPELITA!
7. Sebutkan tahap-tahap Pembangunan Nasional Indonesia!
8. Sebutkan pula sasaran-sasaran Pembangunan Nasional Indonesia pada setiap tahap pembangunan!
9. Setelah RRI dan PN Telekomunikasi dikuasai kembali apa yang diumumkan Pangkostrad melalui Radio RRI?
10. Setelah RRI dan PN Telekomunikasi dikuasai daerah mana yang perlu segera dibebaskan? Apa alasannya?
proses perkembangan ekonomi pada masa Orde Baru
1. Hakekat Pembangunan Nasional Indonesia
Sesuai dengan apa yang telah diisyaratkan dalam GBHN maka hakekat dari Pembangunan Nasional Indonesia adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya artinya Manusia Indonesia yang sehat jasmanihya tapi juga sehat rohaninya. Pelaksanaan pembangunan yang sifatnya lahiriyah harus diimbangi yang sifatnya batiniah, sehingga tercapai keseimbangan pembangunan antara lahir dan batin, jasmani dan rohani, dunia dan akhirat. Pendek kata manusia yang punya keseimbangan itulah yang dimaksud manusia seutuhnya.
2. Tujuan Pembangunan National Indonesia
Menurut GBHN pula, bahwa tujuan Pembangunan Nasipnal Indonesia adalah membangun suatu masyarakat adil dan makmur, merata, berdasarkan Pancasila dalam satu wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Landasan Pembangunan Nasional adalah sebagai berikut.
a. Landasan Idiil adalah Pancasila
b. Landasan Konstitusional atau Landasan Struktural adalah UUD1945.
c. Landasan Operasional adalah GBHN
4. Modal Dasar Pembangunan
a. Kemerdekaan dan kedaulatan, yang merupakan modal dasar setiap orang Indonesia dalam menentukan nasib, perikehidupan dan hari depan bangsa.
b. Kedudukan geografis Indonesia, yang terletak pada garis khatulistiwa, terletak di posisi silang sebagai penghubung antar 2 samudera dan 2 benua, memberikan kondisi alamiyah, kedudukan dan peranan strategis yang sangat tinggi nilainya.
c. Sumber-sumber kekayaan Alam yang berlimpah, baik di darat maupun di laut, memberi kemungkinan bagi pengembangan perikehidupan bangsa di segala bidang.
d. Jumlah penduduk yang Sangat besar, merupakan suatu potensi yang besar dan kuat, serta sangat menguntungkan bagi usaha-usaha pembangunan di segala bidang.
e. Modal rokhaniah dan mental, berupa kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, merupakan tenaga penggerak yang tak ternilai harganya bagi pengisian aspirasi-aspirasi bangsa juga keyakinan akan kebenaran Pancasila merupakan modal “sikap mental” yang dapat membawa bangsanya menuju cita-citanya.
f. Modal Budaya, yaitu budaya bangsa Indonesia yang telah berkembang sepanjang sejarah bangsa, merupakan modal dasar nasional, bagi pembangunan dan pengembangan potensi
bangsa di segala bidang.
g. Potensi efektif bangsa, yaitu segala sesuatu yang bersifat
potensial dan produktif, yang telah dicapai oleh bangsanya se-
panjang sejarahnya, merupakan modal dasar bagi tujuan
bangsa.
5. Tujuan Repelita
Tujuan dari setiap Repelita adalah :
a. Meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan, dan kecerdasan rakyat yang semakin adil dan merata.
b. Meletakkan landasan yang kokoh untuk tahap pembangunan selanjutnya.
6. Tahapan Pembangunan (Repelita) serta Sasarannya.
Selama pemerintahan Orde Bare telah dapat menamatkan Rencana Pembangunan 5 tahun tahap 25 tahun pertama, yaitu :
a. Pelita I, mulai 1 April 1969 sampai 31 Maret 1974 dengan sasaran /prioritas, menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian.
b. Pelita 11, mulai 1 April 1974 sampai 31 Maret 1979, yang menitikberatkan pada sektor pertanian agar dapat berswasembada pangan serta lebih meningkatkan bidang industri yang mengelola bahan mentah menjadi bahan baku-industri.
c. Pelita III, inulai 1 April 1979 sampai 31 Maret 1984, menitikberakan pada sektor pertanian agar dapat berswasembada pangan serta lebih meningkatkan bidang industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri ringan maupun industri berat.
d. Pelita IV, mulai 1 April 198 sampai 31 Maret 1989, menitikberatkan pada sektor pertanian, serta lebih meningkatkan mesin-mesin industri ringan maupun industri berat.
e. Pelita V. mulai 1 April 1989 sampai 31 Maret 1994, menitikberatkan pada sektor pertanian, serta lebih meningkatkan bidang industri yang dapat meningkatkan hasil mesin-mesin industri ringan maupun industri berat. Sekarang tahap pembangunan telah meningkat ke tahapan 25 tahun berikutnya, saat kita miilai tinggal landas, menuju tercapainya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
f. Repelita VI, mulai 1 April 1994 sampai 31 Maret 1999, menitikberatkan pada peningkatan diversifikasi, rehabilitasi pertanian dan pengembangan agroiridustri dan agrobisnis yang makin tangguh.
Proses Integrasi Timor Timur ke Wilayah Indonesia
Sejak bangsa Portugis melakukan penjajahan di Timur Timor, rakyat Timor Timur telah mulai berusaha mengusir sang penjajah. Pada abad 16 dan 17 pemah terjadi pemberontakan di daerah Occusi, tetapi tidak berhasil. Bahkan fahun 1959, terjadi lagi pemberontakan Vikeke yang lebih dahsyat dari yang sudah-sudah. Tetapi karena kurangnya semangat persatuan dalam melawan bangsa Portugis yang punya persenjataan yang lengkap, maka pemberontakan di Vikeke pun menemui kegagalan.
a. Rencana Dekolonisasi Timor Timur
Tahun 1974 Jendral Spinola, Kepala negara Portugal menjalankan politik dekolonisasi terhadapjajahan-jajahannya, termasuk Timor-Tlmur. Karena timor-Timur terletak di wilayah Indonesia, maka pada tanggal 16-19 Oktober 1974, delegasi Portugal pimpinan Dr. Antonio de Almeida Santos berkunjung ke Indonesia. Delegasi ini bermaksud menjajaki pendapat pemerintah Indonesia, mengenai pelaksanaan dekolonisasi Timor-Timur.
Pada kesempatan ini, Presiden Soeharto mengemukakan pandangannya:
a. Indonesia sama sekali tidak mempunyai ambisi teritorial.
b. Mendukurig rencana dekolonisasi atas wilayah jajahan di manapun, termasuk di wilayah Timor-Timur, dengan harapan dekolonisasi di Timor Timur hendaknya berjalan lancar dan aman tidak menimbulkan instabilitas di Asia Tenggara, hendaknya dekolonisasi berdasarkan prinsip-prinsip menentukan sendiri, bila di kemudian hari rakyat Timor Timur menyatakan kehendaknya untuk bergabung dengan Indonesia, Indonesia akan menerimanya, dengan pengertian penggabungan itu tidak bertentangan UUD 1945:
b. Proses Terjadinya Integrasi
Pelaksanaan dekolonisasi temyata tidak berjalan lancar malah dalam suasana pertentangan antar golongan, Portugis malah mendukung Fretelin. UDT segera mengajak partai-partai kecil Trabalista dan Kota, untuk bergabung dengan UDT.
Sementara itu Fretelin memproklamasikan berdirinya Republik Demokrasi Timor Timur pada 28 Nopember 1975. Segera ke empat partai lawannya, menyatakan proklamasi di Babilo, pada tanggal 30 November 1975, yang berisi pemyataan ingin berintegrasi dengan Indonesia. Pertentangan ini mengarah menjadi perang saudara yang membawa banyak korban. Karena masalahnya menjadi rumit dan membahayakan stabilitas di kawasan Asia Tenggara dan dunia Internasional, maka DK. PBB turun tangan. Setelah melalui proses panjang, akhimya di bawah pengawasan PBB diselesaikan secara demokratis melalui Penentuan Pendapat Rakyat. Hasilnya: Timor Timur bergabung dengan Indonesia.
4. Integrasi Timor Timur
Berdasarkan hasil proses penentuan nasib sendiri itu, pemerintah Timor Timur mengadakan hubungan dengan pemerintah RI, dan Presiden Soeharto tidak berkeberatan menerima mereka. Tahun 1976 terlaksanalah integrasi itu. dengan ketetapan DPR-RI tanggal 15 Juni 1976 integrasi Timor Timur dikukuhkan, dan dijadikan propinsi ke 27, dengan Gubernunyya Amaldo des Araujo.
Menghentikan Konfrontasi dengan Malaysia
Setelah sekian lama terjadi konfrontasi dengan Malaysia, Indonesia kembali untuk menghentikan konfrontasi tersebut dengan menjalin hubungan baik. Hal itu dilakukan dengan penadatangan sebuah persetujuan normalisasi hubungan Indonesia Malaysia. Kegiatan itu dilakukan di Jakarta bertempat di gedung Pancasila Departemen Luar Negeri. Jakarta pada tanggal 11 Agustus 1966. Indonesia diwakili oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik, sedangkan
Malaysia diwakili oleh Menteri Luar Negeri Tun Abdul Razak. Penandatanganan itu disaksikan oleh Ketua Presidium Kabinet Ampera Jenderal Soeharto. Persetujuan normalisasi hubungan itu kemudian dikukuhkan dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1966 tentang Persetujuan Normalisasi Hubungan antara Rl dengan Malaysia.
Persetujuan normalisasi hubungan ditandatangani oleh Wakil PM/Mehlu Tun Abdul Razak dari Malaysia dan menteri Utama/Menlu Adam Malik dari Indonesia, atas dasar persetujuan Bangkok pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1996.
Gambar 14.13. Penandatanganan persetujuan normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia. Sumber: 30 Thn Ind Merdeka.
Persetujuan Bangkok mengandung 3 hal pokok :
1) Kepada rakyat Sabah dan Serawak akan diberi kesempatan untuk menegaskan lagi keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam “Malaysia”.
2) Kedua pemerintah menyetujui untuk memulihkan hubungan diplomatik.
3) Menghentikan tindakan-tindakan permusuhan.
Dengan. Singapura dilakukan hal yang sama, yang dilaksanakan dengan perantaraan Habibur Rachman, Dubes Pakistan di Myanmar. Pemerintah menyampaikan nota Pengakuan terhadap Republik Singapura yang disampaikan kepada PM. Lee Kuan Yew pada 2 Juni 1966. Melalui Habibur Rachman pula, pemerintah Singapura menyampaikan Notajawaban kesediaan Singapura untuk mengadakan hubungan diplomatis.
Lahirnya Surat Perintah 11 Maret l966
Surat Perintah ini lahir setelah melalui proses cukup panjang yang berpangkal pada perbedaan pendapat antara Presiden Soekarno dengan rakyat.
Seperti telah diputuskan dalam sidang Kabinet Dwikora tanggal 6 Okteber 1965, maka penyelesaian aspek politik akan ditangani langsung oleh Presiden. Namun, setelah penyelesaian secara fisik/militer selesai tahun 1965, penyelesaian masalah-masalah politik, tidak kelihatan ada tanda-tanda akan dilaksanakan oleh Presiden sesuai janjinya. Krisis politik semakin mendalam.
Pada tanggal 31 Desember 1965, Badan Koordinasi Kesatuan Aksi dan Front Pancasila menandatangani naskah Deldarasi Pendukung Pancasila yang isi pokoknya penggalangan persatuan antara Dwitunggal yaitu Rakyat dan ABRI dalam mengamalkan ideologi Pancasila secara murni serta menolak usaha pembelaan G30S/PKI dalam bentuk apapun.
Pada tanggal 6 Januari 1966 KAMI meminta agar kenaikan-kenaikan harga barang, terutama BBM ditinjau kembali, dan ternyata tidak mendapat tanggapan dari pemerintah.Ketidakpuasan masyarakat yang makin menumpuk, akhirnya meledak dalam demonstrasi-demonstrasi mahasiswa dan pelajar pada tanggal 10 Januari 1966 dengan dipelopori KAMI dimulai aksi-aksi demonstrasi mahasiswa UI yang memenuhi seluruh jalanan ibukota selama 6 hari.
Menanggapi demonstrasi-demonstrasi, Presiden mengundang wakil-wakil mahasiswa untuk menghadiri Sidang kabinet Dwikora tanggal 15 Januari 1966. Dalam sidang ini Presiden bukannya mengambil langkah-langkah yang bisa menenangkan situasi, sebaliknya menuduh, mereka didalangi Nekolim, khususnya CIA. Pada kesempatan itu Presiden memberi komando membentuk barisan Soekarno, untuk mempertahankan kedudukannya terhadap pihak-pihak yang akan mendongkelnya.
Tanggal 21 Februari 1966 dibentuk Kabinet Dwikora yang disempumakan, yang mengejutkan adalah: disingkirkannya tokoh-tokoh penentang G 30 S / PKI seperti Jendral AH. Nasution. Sementara itu, orang-orang yang terlibat G30S malah diangkat lagi seperti Dr.Subandrio, Ir. Surachman.
Pada tanggal 24 Februari 1966 hari pelantikan Kabinet Baru. Para demonstran melakukan aksi serentak “Mengempeskan ban-ban mobil di jalan-jalan raya seluruh ibukota, sehingga lalulintas praktis terhenti. Banyak Mentri yang terpaksa jalan kaki untuk menghadiri sidang Kabinet Waktu itu terjadi bentrokan yang menyebabkan mahasiswa UI Arief Rakhman Hakim tertembak peluru pasukan Cakrabirawa. Besoknya, tanggal 25 Februari 1966, Presiden membubarkan KAMI. Segera muncul KAPI dan KAPPI meneruskan aksi-aksi KAMI, maka krisis nasional makin tidak terkendali.
Tanggal 8 Maret 1966 gedung Departemen Luar Negeri diserbu dan diobrak-abrik para pelajar dan Mahasiswa, juga kantor berita Hsin Hua (RRC) dibakar waktu itu juga Presiden Soekarno memerintahkan kepada parpol, ormas, dan rakyat yang progresif-revolusioner, supaya waspada terhadap usaha yang ingin membelokan arah revolusi ke kanan dan siap sedia untuk menghancurkan usaha-usaha yang bertujuan merongrong kepemimpihan, kewibawaan dan kebijaksanaan Presiden Soekarno.
Untuk mengatasi krisis, pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden mengadakan Sidang Paripuma Kabinet Dwikora, yang bertujuan mencari jalan keluar dari krisis politik yang memuncak.
Sidang diboikot demonstran dengan melakukan Aksi pengempesan ban mobil pada jalan-jalan yang menuju istana. Belum lama Presiden pidato, Brigjen Sabur, komandan pengawal Istana memberi tahu bahwa di sekitar istana ada pasukan yang tak dikenal identitasnya. Walaupun Amir Machmud memberi jaminan keamanan, Presiden Soekarno tetap khawatir, karena itu bersama Dr. Subandrio, Chairul Saleh-terbang ke istana Bogor. Sidang kemudian ditutup Dr. J. Leimena.
Tiga perwira tinggi AD, Mayjen Basuki Rakhmat, Brigjen M. Yusuf, Brigjen Amir Machmud, sepakat menemui Presiden, di istana Bogor, dengan harapan Presiden tidak merasa terpencil, dan meyakinkan presiden bahwa Angkatan Darat tetap siap sedia mengatasi keadaan asal diberi kepercayaan penuh.
Ketiga perwira menghadap Letjen Soeharto, kalau-kalau ada pesan untuk Presiden : Pak Harto menjawab.: “Sampaikan saja bahwa saya tetap pada kesanggupan saya. Beliau akan mengerti. Dalam dialog antara ketiga perwira dengan Presiden dicapai kesepakatan. Karena itu bersama Brigjen Sabur, ketiga perwira diperintahkan untuk menyusun konsep surat Perintah; Lahirlah surat perintah 11 Maret (Supersemar) yang berisi surat perintah kepada Letjen Soeharto untuk atas nama Presiden dapat mengatasi keadaan dan menjaga kewibawaan pemerintah.
Setelah menerima Surat Perintah 11 Maret, hapuslah keraguan Letjen Soeharto untuk bertindak mengatasi keadaan. Beliau punya landasan kuat untuk mulai bertindak.
Kesatuan-kesatuan Aksi Menentang Orde Lama
Setelah secara fisik / Militer Gerakan 30 September bisa dilumpuhkan, maka sebagai mana telah diputuskan dalam Sidang kabinet Dwikora 6 Oktober 1965, maka aspek politik akan ditangani langsung oleh Presiden Soekarno. Aksi-aksi tuntutan penyelesaian yang seadil-adilnya terhadap pelaku G 30 S / PKI semakin meningkat. Gerakan tersebut dipelopori KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia), KAPI (Pemuda), kemudian muncul KABI (Buruh), KASI (Sarjana), KAWI (wanita), KAGI(Guru).
Pada tanggal 26 Oktober 1965 mereka membulatkan barisan bersama organisasi-organisasi massa lainnya yang menentang G30S/PKI, ke dalam satu front.-yaitu Front Pancasila.
Setelah terbentuk Front pancasila, gelombang demonstrasi yang menuntut pembubaran PKI makin bertambah meluas. Situasi yang hampir menjurus ke arah konflik politik taakin bertambah panas oleh keadaan ekonomi yang makin memburuk.
Gambar 14.10. Rapat akbar menuntut pembubaran PKI di lapangan Banteng, pada tanggal 26 Oktober 1965. Sumber: 30 Thn Ind Merdeka
Tanggal 12 Januari 1966, dipelopori KAMI dan KAPPI, kesatuan-kesatuan Aksi yang tergabung dalam Front Pancasila mendatangi DPR-GR dan mengajukan 3 buah tuntutan (TRITURA) yang berisi:
1. pembubaran PKI
2. pembersihan kabinet dari unsur-unsur G30S/PKI
3. penurunan harga/perbaikan ekonomi
Subscribe to:
Posts (Atom)