Wednesday, 26 October 2016

PENUMPASAN G30S/PKI

Penumpasan G30S/PKI di Jakarta
Sesuai dengan kebiasaan, apabila MenPangad berhalangan, maka Pangkostrad mewakilinya, maka Mayjen Soeharto bertindak cepat. Setelah menerima laporan apa yang terjadi, Mayjen Soeharto mengambil alih Pimpinan Angkatan Darat. Setelah menerima laporan lengkap dari Pangkodam mayjen Umar Wirahadikusumah, segera mengambil langkah-langkah koordinasi anggota-anggota ABRI melalui panglima masing-masing, kecuali AURI.
Setelah menilai keadaan, disimpulkan bahwa pembunuhan jendral-jendral adalah bagian dari usaha kudeta. Pimpinan AURI membantu kudeta. Batalion 454/Para Divisi Diponegoro dan batalion 530/para Divisi Brawijaya, yang ada di lapangan merdeka, terlibat. Saat itu, Bung Karno ada di Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah, yang dikuasai G 30 S.
Karena tidak minta petunjuk Presiden, memutuskan, untuk segera menumpas gerakan, dengan keyakinan bahwa G30S adalah suatu usaha kudeta.
Dengan menggunakan RPKAD (sekarang Kopassandha) dan Batalyon 338/Para Kujang/Siliwangi tindakan penumpasan segera dimulai. Batalyon 530/Diponegoro dan sebagian anggota Batalyon 454/Diponegoro bisa diinsyafkan dan sisa Batalyon 454/Diponegoro mundur ke pangkalan Halim. Pada tanggal 1 Oktober 1965 sore, Kolonel Sarwo Edhie Wibowo menerima perintah Pangkostrad untuk merebut kembali Studio RRI Pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi. Dalam waktu 20 menit, dua pusat sarana komunikasi telah dikuasai kembali oleh Kol. Sarwo Edhie Wibowo, dan beberapa saat kemudian Mayjen.Soeharto telah mengumumkan adanya usaha kudeta oleh G30s. 6 Perwira Tinggi Angkatan Darat telah diculik. Presiden dan Menko/Hankam berada dalam keadaan selamat. Rakyat dianjurkan agar tetap tenang dan waspada.
Tugas pembebasan Halim dilaksanakan dengan sempurna oleh kesatuan-kesatuan RPKAD, Batalyon 328/Para Kujang, dan 2 kompi pasukan kavaleri, setelah terlebih dahulu menyampaikan pesan agar Bung Karno meninggalkan Halim.
Tanggal 2 Oktober 1965, pukul 15.00 telah dikuasai tanpa kesulitan, kecuali perlawanan Batalion 454/Diponegoro ketika pasukan pemerintah hendak membersihkan kampung Lubang Buaya yang menjadi pusat latihan kemiliteran Pemuda Rakyat dan Gerwani.
Tanggal 3 Oktober 1965 dengan bantuan dan petunjuk seorang anggota polisi yang ditawan penculik tetapi berhasil meloloskan diri, ditemukan lubang sumur tua tempat jenazah para perwira Angkatan Darat ditanam.
Dengan dipulihkannya kembali keadaan kota Jakarta, maka Gerakan 30 S dapat digagalkan. Dari dokumen-dokumen yang disita dan pemeriksaan tokoh-tokoh pelakunya, ditarik kesimpulan bahwa G30S digerakkan oleh PKI. Sejak itu gerakan tersebut disebut G 30 S/PKI.

5.   Penumpasan G 30 S / PKI di Jawa Tengah

Ternyata, bukan saja di ibukota G30S/PKI melakukan perebutan kekuasaan. Di beberapa daerah PKI dan ABRI yang telah dibina mereka, melakukan perebutan kekuasaan.       

a.    Awal Pemberontakan
Pemberontakan diawali pengumuman RRI pada 1 Oktober 1965, di Yogyakarta. Dewan Revolusi diketuai Mayor Mulyono, Kepala Seksi Teritorial Korem 072/Yogyakarta. Komandan Korem 072 Kolonel Katamso dan Kepala Staf Korem 072, Letnan Kolonel Sugijono, masing-masing diculik dari rumah dan markas Korem 072.













Gambar 4.8 Kotonel Katamso                    Gambar 4.9 Letkol. Sugijono         Darmokusumo                        Mangunwijoto.
Sumber: 30 Thn Ind Merdeka

        
Korban-korban penculikan di Yogyakarta adalah Kolonel Katamso, komandan Korem 072. Demikian juga Letkol. Sugiyarto, yang pada tanggal 1 Oktober 1965 sore dibawa ke markas batalyon “Z” di desa Kentungan di sebelah utara Yogyakarta, dan di sana mereka dibunuh.
Di Solo, gerakan dilakukan beberapa perwira, anggota-anggota .Brigade Invantri VI, yang melalui RRI Solo mengumumkan dukungan terhadap G 30 September. Demikian pula, wali kota Solo, seorang tokoh PKI, Utomo Ramlan, atas nama Front nasional Solo mendukung Gerakan 30 September.
Di Wonogiri, dibentuk Dewan Revolusi daerah Wonogiri diketuai Bupati Wonogiri, seorang tokoh PKI yang didukung komandan DistrikMiliter setempat.
Di Semarang Kolonel Sahirman, asisten Inteligen Kodam VII / Diponegoro, mengumumkan pembentukan G 30 S / PKI, melalui studio RRI Semarang, yang telah dikuasainya.

b.    Akhir pemberontakan
Seperti halnya di Jakarta, gerakan-gerakan perebutan kekuasaan di seluruh Jawa Tengah, dapat dipatahkan Pangdam VII / Diponegoro, Brigjen Suryosumpeno dengan bantuan pasukan RPKAD dan Kavaleri. Penumpasan di Jawa Tengah berlangsung lebih lama, karena Jawa Tengah memang daerah basis PKI yang kuat. Pengacauan teror dan pembunuhan berlangsung, terutama di daerah Solo, Klaten dan Bojolali. Kegiatan-kegiatan serupa dilakukan juga di berbagai tempat di Jawa Timur dan Bali.
Gerakan operasi penumpasan dimulai 2 Oktober 1965. Pasukan, bergerak pukul 05.00 pagi untuk membebaskan Semarang, dengan kekuatan 2 peleton kavaleri pimpinan Letkol. Yassin Husain. Berita dikuasainya Jakarta oleh ABRI melalui siaran radio, menyebabkan pasukan-pasukan yang digunakan G30S/PKI mulai tidak kompak karena itu, pukul 10.00 kota Semarang berhasil dikuasai kembali tanpa letusan senjata, Kolonel Sahirman melarikan diri ke luar kota.
Jawa Tengah merupakan basis PKI yang kuat. Itu sebabnya DN Aidit melarikan diri ke Jawa Tengah. Pada tanggal 5 Oktober pemulihan keamanan pada jajaran Kodam VII/Diponegoro, secara fisik/militer telah selesai. Namun, kemudian timbul gerakan-gerakan pengacauan, sabotase, pembunuhan-pembunuhan yang dilakukan massa PKI terhadap golongan-golongah yang menentangnya.
Untuk mengatasi kekacauan dan menegakkan ketertiban umum, Pangdam VII /Diponegoro mendapat bantuan pasukan RPKAD dan Kavaleri yang tiba di Semarang tanggal 19-10-1965. Daerah-daerah paling gawat adalah Surakarta, Klaten, dan Bojolali.
Untuk memperlancar operasi pembersihan mulai tanggal 29 Oktober 1965. Pangdam VII menyatakan seluruh Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, ada dalam keadaan perang. Jam malam diberlakukan sejak pukul 17.30 sore sampai pukul 05.00 pagi.
Pada 1 Desember 1965 dibentuk sebuah Komando yang dipimpin  langsung Kol. Sarwo Edhie Wibowo. Dalam tugasnya, mereka berhasil menembak mati gembong-gembong pemberontak, seperti  Kolonel  Sahirman, Kolonel Maryono, Letkol Usman, Mayor Samadi, Mayor RW. Sakimo dan Kapten Soekarno. Tanggal 22 November1965  DN. Aidit tertangkap di Jawa Tengah. Dengan tertangkapnya gembong-gembong tersebut secara fisik/militer kekuatan bersenjata G30S/PKI telah berhasil dihancurkan. Karena itu pada tanggal 30 Desember 1965 pasukan RPKAD ditarik dari Jawa  Tengah.

No comments:

Post a Comment