Wednesday, 26 October 2016
Lahirnya Surat Perintah 11 Maret l966
Surat Perintah ini lahir setelah melalui proses cukup panjang yang berpangkal pada perbedaan pendapat antara Presiden Soekarno dengan rakyat.
Seperti telah diputuskan dalam sidang Kabinet Dwikora tanggal 6 Okteber 1965, maka penyelesaian aspek politik akan ditangani langsung oleh Presiden. Namun, setelah penyelesaian secara fisik/militer selesai tahun 1965, penyelesaian masalah-masalah politik, tidak kelihatan ada tanda-tanda akan dilaksanakan oleh Presiden sesuai janjinya. Krisis politik semakin mendalam.
Pada tanggal 31 Desember 1965, Badan Koordinasi Kesatuan Aksi dan Front Pancasila menandatangani naskah Deldarasi Pendukung Pancasila yang isi pokoknya penggalangan persatuan antara Dwitunggal yaitu Rakyat dan ABRI dalam mengamalkan ideologi Pancasila secara murni serta menolak usaha pembelaan G30S/PKI dalam bentuk apapun.
Pada tanggal 6 Januari 1966 KAMI meminta agar kenaikan-kenaikan harga barang, terutama BBM ditinjau kembali, dan ternyata tidak mendapat tanggapan dari pemerintah.Ketidakpuasan masyarakat yang makin menumpuk, akhirnya meledak dalam demonstrasi-demonstrasi mahasiswa dan pelajar pada tanggal 10 Januari 1966 dengan dipelopori KAMI dimulai aksi-aksi demonstrasi mahasiswa UI yang memenuhi seluruh jalanan ibukota selama 6 hari.
Menanggapi demonstrasi-demonstrasi, Presiden mengundang wakil-wakil mahasiswa untuk menghadiri Sidang kabinet Dwikora tanggal 15 Januari 1966. Dalam sidang ini Presiden bukannya mengambil langkah-langkah yang bisa menenangkan situasi, sebaliknya menuduh, mereka didalangi Nekolim, khususnya CIA. Pada kesempatan itu Presiden memberi komando membentuk barisan Soekarno, untuk mempertahankan kedudukannya terhadap pihak-pihak yang akan mendongkelnya.
Tanggal 21 Februari 1966 dibentuk Kabinet Dwikora yang disempumakan, yang mengejutkan adalah: disingkirkannya tokoh-tokoh penentang G 30 S / PKI seperti Jendral AH. Nasution. Sementara itu, orang-orang yang terlibat G30S malah diangkat lagi seperti Dr.Subandrio, Ir. Surachman.
Pada tanggal 24 Februari 1966 hari pelantikan Kabinet Baru. Para demonstran melakukan aksi serentak “Mengempeskan ban-ban mobil di jalan-jalan raya seluruh ibukota, sehingga lalulintas praktis terhenti. Banyak Mentri yang terpaksa jalan kaki untuk menghadiri sidang Kabinet Waktu itu terjadi bentrokan yang menyebabkan mahasiswa UI Arief Rakhman Hakim tertembak peluru pasukan Cakrabirawa. Besoknya, tanggal 25 Februari 1966, Presiden membubarkan KAMI. Segera muncul KAPI dan KAPPI meneruskan aksi-aksi KAMI, maka krisis nasional makin tidak terkendali.
Tanggal 8 Maret 1966 gedung Departemen Luar Negeri diserbu dan diobrak-abrik para pelajar dan Mahasiswa, juga kantor berita Hsin Hua (RRC) dibakar waktu itu juga Presiden Soekarno memerintahkan kepada parpol, ormas, dan rakyat yang progresif-revolusioner, supaya waspada terhadap usaha yang ingin membelokan arah revolusi ke kanan dan siap sedia untuk menghancurkan usaha-usaha yang bertujuan merongrong kepemimpihan, kewibawaan dan kebijaksanaan Presiden Soekarno.
Untuk mengatasi krisis, pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden mengadakan Sidang Paripuma Kabinet Dwikora, yang bertujuan mencari jalan keluar dari krisis politik yang memuncak.
Sidang diboikot demonstran dengan melakukan Aksi pengempesan ban mobil pada jalan-jalan yang menuju istana. Belum lama Presiden pidato, Brigjen Sabur, komandan pengawal Istana memberi tahu bahwa di sekitar istana ada pasukan yang tak dikenal identitasnya. Walaupun Amir Machmud memberi jaminan keamanan, Presiden Soekarno tetap khawatir, karena itu bersama Dr. Subandrio, Chairul Saleh-terbang ke istana Bogor. Sidang kemudian ditutup Dr. J. Leimena.
Tiga perwira tinggi AD, Mayjen Basuki Rakhmat, Brigjen M. Yusuf, Brigjen Amir Machmud, sepakat menemui Presiden, di istana Bogor, dengan harapan Presiden tidak merasa terpencil, dan meyakinkan presiden bahwa Angkatan Darat tetap siap sedia mengatasi keadaan asal diberi kepercayaan penuh.
Ketiga perwira menghadap Letjen Soeharto, kalau-kalau ada pesan untuk Presiden : Pak Harto menjawab.: “Sampaikan saja bahwa saya tetap pada kesanggupan saya. Beliau akan mengerti. Dalam dialog antara ketiga perwira dengan Presiden dicapai kesepakatan. Karena itu bersama Brigjen Sabur, ketiga perwira diperintahkan untuk menyusun konsep surat Perintah; Lahirlah surat perintah 11 Maret (Supersemar) yang berisi surat perintah kepada Letjen Soeharto untuk atas nama Presiden dapat mengatasi keadaan dan menjaga kewibawaan pemerintah.
Setelah menerima Surat Perintah 11 Maret, hapuslah keraguan Letjen Soeharto untuk bertindak mengatasi keadaan. Beliau punya landasan kuat untuk mulai bertindak.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment