Wednesday, 26 October 2016

Peristiwa Pergolakan Daerah Pada Masa Demokrasi Liberal


Masa Demokrasi Liberal memang merupakan masa kacau di bidang keamanan. Puncak krisis keamanan ini terjadi ketika daerah-daerah bergolak, sebagai cerminan ketidakpuasan daerah terhadap kebijaksanaan pusat, terutama dalam hal perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Pemberontakan PRRI dan PERMESTA yang kemudian terjadi, meledak di saat-saat terjadinya pergolakan politik di ibu kota, antar pihak yang pro dan kontra terhadap “Konsepsi Presiden.”
Saat itulah di daerah, berdiri dewan-dewan yang dimulai di Sumatera, seperti:                             
1)   Dewan Banteng, di Sumatera Tengah, pimpinan Letkol. Achmad Husein pada tanggal 20     Desember 1956.
2)      Dewan Gajah di Sumatera Utara, pimpinan Kolonel M. Simbolon, pada tanggal 22 Desember 1956.
3)     Dewan Garuda di Sumatera Selatan, pimpinan Letkol. Barlian.
4)       Dewan Manguni di Manado, pimpinan Letkol. Vence Sumual 15 Februari 1957, dan kemudian pada tanggal 2 Maret 1957 mengikrarkan perjuangan Semesta.
 
Pertentangan antara Pusat dan Daerah berpokok pangkal pada persoalan :
1)   Otonomi Daerah
2)   Perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah
  
Tanggal 9 Januari 1958 dalam pertemuan di Sungai Dareh (Sumatera Barat) dibicarakan soal pembentukan pemerintahan baru dan hal-hal lain yang berhubungan dengan itu. Tanggal 10 Februari 1958 dalam rapat raksasa di Padang. Letnan Kolonel Achmad. Husein mengumumkan suatu ultimatum kepada Pemerintah Pusat:
1)    Kabinet Juanda dalam waktu 5 x 24 jam hams menyerahkan mandatnya kepada Presiden, atau Presiden mencabut mandat Juanda.
2)   Presiden menugaskan Drs. mohammad Hatta dan Sultan Hamengkubuwono untuk membentuk “Zaiken Kabinet” (Kabinet Akhli).
3)      Meminta kepada Presiden agar kembali kepada kedudukannya sebagai Presiden Konstitusional.

Ketika ultimatum ditolak, A. Husein memproklamasikan berdirinya PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) pada tanggal 15 Februari 1958, dan segera membentuk Kabinet, pimpinan PM. Syafruddin Prawiranagara. Proklamasi PRRI disambut di Indonesia bagian Timur, yang menyatakan putus dengan pemerintahan Pusat, dan mendukung PRRI. Gerakan di Sulawesi (ini dikenal dengan sebutan Gerakan Permesta (Piagam Perjuangan Semesta).
Pada tanggal 11 Februari 1958 dengan restu Ir. Soekarno, Kabinet Juanda, memutuskan:
1)    Menolak ultimatum. Memecat dengan tidak hormat: Letkol. A, Husein, Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Dachlan Jambek, dan Kolonel Simbolon. Kodam Sumatera Tengah dibekukan dan langsung ditempatkan di bawah KSAD.
2)  Untuk tidak membiarkannya berlarut-larut dan menyelesaikannya secara militer.
3)       Operasi Tegas dilancarkan pimpinan Letkol. Kaharuddin Nasution, dengan sasaran menguasai Riau, agar terhindar dari campur tangan asing, maka pada 12 Maret 1958 Pakanbaru dikuasai.                       

Operasi 17 Agustus, pimpinan Kolonel Achmad Yani,  untuk mengamankan daerah Sumatera Barat. Pada tanggal 17 April 1958 kota Padang dikuasai. Kemudian, 4 Mei 1958 kota Bukittinggi dikuasai. Operasi Saptamarga dilancarkan, pimpinan Brigjen. Jatikusumo, untuk menguasai Sumatera Utara. Operasi Sadar dilancarkan untuk menguasai Sumatera Selatan di bawah pimpinan Letkol. Ibnu Sutowo.
Dengan operasi-operasi itu, satu per satu tokoh pemberontak menyerahkan diri tanggal 29 Mei 1961 A. Husein menyerah dan melaporkan diri bersama anak buahnya. Tindakannya disusul tokoh-tokoh lainnya,baik sipil maupun militer.
Banyak di antara tokoh yang tinggal di daerah PRRI masih tetap setia kepada Pemerintah seperti : Komisaris Polisi  Kaharuddin Datuk Rangkayo Basa, Mayor Nurmathias, dari Sumatera Barat. Kemudian Letkol Jamin Ginting dan Wahab Makmur di .Sumatera Utara, dan Letkol. Harun Kohar di  Sumatera Selatan.
















Gambar 13.15 Operasi Militer 17 Agustus di Sumatra Barat dibawah pimpinan Kolonel Ahmad Yani. Sumber: 30 Thn Ind Merdeka
Untuk menumpas Gerakan PERMESTA, dilancarkanlah suatu operasi gabungan Operasi Merdeka pimpinan Letkol. Rukminto Hendraningrat, dengan rencana operasi sebagai berikut:  
 
1)       Operasi Saptamarga I, pimpinan Letkol. Sumarsono, dengan rencana sasaran: Sulawesi Utara bagian Tengah
2)      Operasi Saptamarga II,- pimpinan Letkol. Agus Pramono, dengan sasaran, Sulawesi Utara     bagian Selatan
3)      Operasi Saptamarga III, pimpinan Letkol. Magenda, sasaran pulau-pulau disebelah Utara Manado
4)      Operasi Saptamarga IV, pimpinan Letkol. Rukminto, sasarannya Sulawesi Utara
5)      Operasi Mena I, pimpinan LetkolPieters, dengan sasaran Jailolo.
6)       Operasi Mena II, pimpinan Letkol (KKO) Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai, di sebelah utara Halmahera.
7)       Sebelum operasi-operasi di atas, diadakan operasi pendahuluan, oleh satuan-satuan yang tergabung dalam Operasi Insyaf. Mereka dikoordinasikan oleh Komando Antar Daerah Indonesia Bagian Timur (KOANDAIT), termasuk kesatuan-kesatuan yang masih setia kepada Pemerintah, dipimpin Kapten Frans Karangan, dan, Kesatuan Polisi, pimpinan Inspektur Polisi Suaeb. Operasi Insyaf telah berhasil menguasai Donggala, dan Parigi, sedang kesatuan-kesatuan lainnya pimpinan Nani Wartabone (pasukan rimba) berhasil menyiapkan pancangan kaki bagi pasukan Operasi Saptamarga II di Gorontalo.

Semua operasi di timur ini lebih berat dibandingkan dengan  di Sumatera. Hal ini karena:
a)   Persenjataan PERMESTA lebih baik,
b)   Keadaan medan menguntungkan pemberontak.

Walaupun begitu, pasukan Pemerintah akhirnya bisa menguasainya. Dengan demikian pada pertengahan tahun 1961, sisa-sisa pasukan PERMESTA menyerahkan diri, memenuhiSeruan Pemerintah, sehingga keamanan dapat dipulihkan sepenuhnya.

No comments:

Post a Comment